- COVID-19 kerap dikaitkan dengan penyakit diabetes sebagai penyakit penyerta. Rupanya, penelitian menunjukkan bahwa diabetes juga bisa timbul pada pasien COVID-19, bahkan pada orang yang mengaku tidak memiliki riwayat diabetes sebelumnya. Apa penyebabnya?
"Kami berpikir, mungkin benar ada kaitannya (COVID-19 dan diabetes), ada kemampuan virus menyebabkan gangguan fungsi metabolisme gula," ujar dr Francesco Rubino, profesor dan ketua bedah metabolik dan bariatrik di King's College London, dikutip dari Live Science, Rabu (24/3/2021).
Menurut penelitian dari Scientific American terhadap 3.700 pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit, 14 persen pasien disebut mengalami diabetes. Diduga, timbulnya penyakit ini dipicu oleh infeksi COVID-19.
"Selama beberapa bulan terakhir, kami telah melihat lebih banyak kasus pasien COVID-19 yang menderita diabetes selama mengidap COVID-19, atau tidak lama setelah itu," dr Rubino.
Peneliti menyebut ada kemungkinan SARS-CoV-2 mengganggu produksi insulin di pankreas. Kemungkinan lainnya, virus menginfeksi bagian lain dari pankreas atau pembuluh darah yang menyuplai organ dengan oksigen dan nutrisi.
"Kami melihat dengan jelas orang-orang tanpa diabetes sebelumnya kini mengalami diabetes. Tinggi kemungkinan ini karena dipicu infeksi COVID-19," kata dr Remi Rabasa-Lhoret, peneliti penyakit metabolik dari Institut Penelitian Klinis Montreal.
Akan tetapi, peneliti belum bisa memastikan apakah diabetes ini benar-benar dialami oleh pasien COVID-19 yang belum memiliki riwayat. Pasalnya, ada kemungkinan pasien COVID-19 tersebut tidak menyadari gejala-gejala diabetes atau kadar gula di atas rata-rata yang sudah lama dialami sebelumnya.
"Ada kemungkinan pasien COVID-19 sudah hidup dengan diabetes selama bertahun-tahun dan tidak mengetahuinya," ujar dr Mihail Zilbermint ahli endokrinologi di Johns Hopkins School of Medicine.
https://kamumovie28.com/movies/clockstoppers/
Akurasi Rapid Test Antigen COVID-19 Diprediksi Berkurang, Ini Penyebabnya
Saat ini alat rapid test antigen banyak digunakan untuk mendeteksi kasus COVID-19. Terkait hal tersebut, sebagian pihak memprediksi bahwa akurasi alat rapid test antigen akan semakin berkurang di masa depan seiring berjalannya program vaksinasi COVID-19.
Kepala bidang diagnostik Roche, Thomas Schinecker, sebagai salah satu produsen rapid test antigen menjelaskan ini karena akan semakin banyak orang dengan viral load atau jumlah virus yang sedikit di saluran pernapasannya. Sementara alat rapid test antigen bekerja mendeteksi kasus dengan baik ketika viral load tinggi.
Vaksin diketahui bisa mencegah kasus infeksi COVID-19 yang parah dengan viral load tinggi.
"Sebagai contoh bila Anda melihat penyakit flu, rapid test antigen tidak pernah disarankan karena viral load penyakit ini biasanya tidak tinggi. Jadi Anda akan memiliki masalah pendeteksian, akan ada banyak kasus negatif palsu," kata Thomas seperti dikutip dari Reuters, Rabu (24/3/2021).
Thomas menyebut di masa depan tren diagnosis COVID-19 kemungkinan akan lebih condong pada pemeriksaan molekuler, seperti tes PCR.
Ketika pandemi berakhir, COVID-19 diprediksi masih akan menjadi penyakit endemik selama beberapa tahun mendatang sehingga metode-metode deteksinya akan tetap dibutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar