Minggu, 26 Januari 2020

Dear Traveler, Hindari Dulu Titik-titik Rusuh Jakarta Berikut Ini

Kerusuhan terjadi di beberapa titik di Jakarta pasca pengumuman rekapitulasi hasil Pemilu 2019. Buat traveler di Jakarta, berikut titik yang mesti dihindari.

Tepat hari Rabu ini (22/5/2019), Jakarta tengah bergejolak pasca pengumuman rekapitulasi hasil Pemilu 2019. Bentrokan terjadi antara masa demonstran dan polisi dari Rabu dini hari hingga sekarang.

Buntut dari bentrokan tersebut adalah penutupan sejumlah ruas jalan oleh para demonstran. Dihimpun detikcom, Rabu (22/5/2019), hindari titik-titik keramaian berikut di Jakarta demi keselamatan Anda:

1. Jalan Jatibaru Tanah Abang

Kawasan di sekitar Jalan Jatibaru, Tanah Abang, termasuk titik yang mesti dihindari. Pasalnya, di kawasan ini sekelompok massa bertindak anarkistis dan bentrok dengan polisi.

2. Flyover Slipi

Flyover Slipi juga termasuk wilayah yang dikuasai massa perusuh. Pantauan di lokasi, massa tampak melempari polisi dengan bebatuan. Polisi lantas menembakkan water cannon guna mendesak massa perusuh tersebut.

3. Jalan KS Tubun

Jalan KS Tubun atau Petamburan yang mengarah ke Flyover Slipi juga menjadi salah satu yang perlu dihindari. Tadi pagi sempat terjadi pembakaran ban.

4. Depan Gedung Bawaslu

Area di sekitar gedung Bawaslu termasuk titik terjadinya kerusuhan. Semalam, polisi dan peserta demo 22 Mei sempat terlibat bentrokan.

Sebisa mungkin hindari bepergian ke arah Jakarta Pusat dan sekitarnya yang terdampak demonstrasi. Stay safe ya traveler, keluarga dan kerabat menanti di rumah.

Mengenal Sejarah Tanah Abang yang Ramai Aksi Massa

Kondisi Tanah Abang pagi ini masih ramai akibat aksi para demonstran. Jauh ke belakang, Tanah Abang menjadi saksi bisu dari masih kebun sampai Geger Pecinan.

Jauh sebelum jadi pusat grosir terbesar di Asia Tenggara, dahulu Tanah Abang atau yang disebut warga Betawi sebagai Tenabang mengawali perjalanannya sebagai kebun di Jakarta Pusat.

Penulis Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul Tenabang Tempo Doeloe (2017) menjelaskan, kalau dahulu Tanah Abang merupakan area yang rimbun serta asri.

Saat itu, Tanah Abang masih dikuasai Belanda atau VOC. Baru di tahun 1648, seorang Kapitan China bernama Phoa Beng Gam meminta izin pada VOC untuk menggarap lahan kosong tersebut dan menanaminya dengan pohon-pohon yang menghasilkan.

Dari asal muasal, nama Tanah Abang merujuk pada warna tanah di sana yang berwarna merah atau abang. Sebutan itu pun pertama kali disematkan oleh balatentara Mataram yang menyerbu Batavia di tahun 1628,

Wartawan senior dan budayawan Alwi Shahab atau yang dikenal sebagai Abah Alwi juga menuliskan dalam catatannya, perihal Tanah Abang yang mulai berkembang di tahun 1735 di bawah anggota dewan Hindia Belanda Yustinus Vink seperti dikutip detikcom, Rabu (22/5/2019).

Di tahun tersebut, Yustinus pun mendirikan Pasar Tanah Abang berbarengan dengan Pasar Senen. Sayang, denyut nadi pasar sempat terganggu di tahun 1740 saat terjadi kerusuhan antara Belanda dan etnis Tionghoa atau yang dikenal lewat Geger Pecinan.

Tak sedikit pedagang dari etnis Tionghoa yang tewas saat itu. Kawasan Kali Besar di Kota pun menjadi saksi bisu, bagaimana air di sungai itu berwarna merah akibat jenazah yang dibuang di sana.

Perlahan, tragedi berdarah itu mulai terlupakan lewat derap pembangunan Paar Tanah Abang yang dimulai kembali tahun 1881. Saat itu pasar mulai dibangun kembali. Aktivitas perdagangan pun kembali hidup.

Hanya saja, pasar tak kembali beroperasi penuh seperti sediakala. Saat itu Pasar Tanah Abang hanya dibuka pada hari Sabtu hingga dikenal juga dengan Pasar Sabtu. Adapun seiring dengan perjalanannya, pasar juga dibuka di hari Rabu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar