Kondisi Tanah Abang pagi ini masih ramai akibat aksi para demonstran. Jauh ke belakang, Tanah Abang menjadi saksi bisu dari masih kebun sampai Geger Pecinan.
Jauh sebelum jadi pusat grosir terbesar di Asia Tenggara, dahulu Tanah Abang atau yang disebut warga Betawi sebagai Tenabang mengawali perjalanannya sebagai kebun di Jakarta Pusat.
Penulis Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul Tenabang Tempo Doeloe (2017) menjelaskan, kalau dahulu Tanah Abang merupakan area yang rimbun serta asri.
Saat itu, Tanah Abang masih dikuasai Belanda atau VOC. Baru di tahun 1648, seorang Kapitan China bernama Phoa Beng Gam meminta izin pada VOC untuk menggarap lahan kosong tersebut dan menanaminya dengan pohon-pohon yang menghasilkan.
Dari asal muasal, nama Tanah Abang merujuk pada warna tanah di sana yang berwarna merah atau abang. Sebutan itu pun pertama kali disematkan oleh balatentara Mataram yang menyerbu Batavia di tahun 1628,
Wartawan senior dan budayawan Alwi Shahab atau yang dikenal sebagai Abah Alwi juga menuliskan dalam catatannya, perihal Tanah Abang yang mulai berkembang di tahun 1735 di bawah anggota dewan Hindia Belanda Yustinus Vink seperti dikutip detikcom, Rabu (22/5/2019).
Di tahun tersebut, Yustinus pun mendirikan Pasar Tanah Abang berbarengan dengan Pasar Senen. Sayang, denyut nadi pasar sempat terganggu di tahun 1740 saat terjadi kerusuhan antara Belanda dan etnis Tionghoa atau yang dikenal lewat Geger Pecinan.
Tak sedikit pedagang dari etnis Tionghoa yang tewas saat itu. Kawasan Kali Besar di Kota pun menjadi saksi bisu, bagaimana air di sungai itu berwarna merah akibat jenazah yang dibuang di sana.
Perlahan, tragedi berdarah itu mulai terlupakan lewat derap pembangunan Paar Tanah Abang yang dimulai kembali tahun 1881. Saat itu pasar mulai dibangun kembali. Aktivitas perdagangan pun kembali hidup.
Hanya saja, pasar tak kembali beroperasi penuh seperti sediakala. Saat itu Pasar Tanah Abang hanya dibuka pada hari Sabtu hingga dikenal juga dengan Pasar Sabtu. Adapun seiring dengan perjalanannya, pasar juga dibuka di hari Rabu.
Kemajuan Tanah Abang pun kian melejit di era pemerintahan Gubernur Jakarta Ali Sadikin di tahun 1972. Di bawah kepemimpinan Bang Ali, Pasar Tanah Abang dibangun hingga tiga lantai dan 4 blok.
Perdagangan di Pasar Tanah Abang pun kian mantap setelah hadirnya Stasiun Tanah Abang. Keramaiannya pun kian menjadi pada momen bulan Ramadhan seperti sekarang.
Di masa kepemimpinan Presiden Jokowi, tak jarang nama Pasar Tanah Abang diperkenalkan pada duta besar dan tamu penting dari negara tetangga seperti bos Facebook Mark Zuckerberg dan lainnya.
Bulan Ramadhan, Berburu Mie Aceh lezat di Tempat Asalnya
Berburu kuliner Aceh di Bulan Ramadhan memang seru. Buat kamu yang sedang berwisata di Banda Aceh, ini rekomendasi mie aceh sedap di sana.
Mie Aceh adalah kuliner Favorit para wisatawan yang berkunjung ke Aceh, banyak warung atau cafe di aceh menyediakan menu ini dengan berbagai tambahan sepesial, misalkan mie udang, mie kepiting, mie cumi, mie daging, lobster bahkan mie instan yang rasa mie aceh juga tersedia.
Salah satu warung mie yang buka di malam hari Bulan Ramadhan Ini berlokasi di jalan Tgk. Chik Di Tiro kawasan Peuniti, Kota Banda Aceh. Terlihat ramai, di mana ramai para penggemar kuliner mie aceh datang khusus untuk menikmati makanan khas Aceh ini.
Untuk rasa, tak jauh beda dengan mie aceh yang lainnya yang sudah terkenal di kalangan wisatawan yang sudah pernah ke Aceh, di tambah dengan minuman yang berbagai pilihan dari yang hangat, panas bahkan yang dingin-dingin sesuai keinginan pengunjung tersedia di warung ini.
Gimana, Anda ingin coba mie aceh? Pastikan berkunjung ke Aceh. Jangan lupa mencoba menu paling terkenal di Aceh ini .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar