Remdesivir mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk obat COVID-19. Per hari Kamis (1/10/2020), remdesivir dengan merek jual Covifor siap didistribusikan dan dipasarkan ke seluruh provinsi di Indonesia.
Covifor buatan perusahaan farmasi India Hetero, tidak dijual secara bebas di apotek. Hal ini dikarenakan penggunaan remdesivir atau Covifor untuk obat COVID-19 oleh BPOM bersifat emergency use.
"Jadi karena ini (remdesivir atau Covifor) adalah approval dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah otorisasi penggunaan darurat ya jadi emergency use authorization, jadi semua penanganannya, atau distribusi obat tersebut (Covifor) ini akan langsung ke rumah sakit," ungkap President Director of PT Kalbe Farma Tbk dalam konferensi pers Kalbe dan PT Amarox Pharma Global, Kamis (1/10/2020).
"Jadi tidak bisa istilahnya ke instalasi yang lain ataupun apotek, tapi langsung ke rumah sakit," tegasnya.
Pihak PT Kalbe Farma ingin memastikan penggunaan remdesivir untuk obat COVID-19 berjalan dengan tepat. Terutama terkait pendistribusian dan pemakaian remdesivir.
"Itu yang harus kami yakinkan distribusinya supaya pemanfaatan produk ini dilakukan dengan tepat kepada pasien langsung di rumah sakit tersebut," lanjut dia.
Dalam acara yang sama, spesialis paru dr Erlina Burhan dari RS Persahabatan menjelaskan pemberian remdesivir pada pasien COVID-19 menggunakan infus. Hari pertama, pasien COVID-19 akan diberikan remdesivir sebanyak 200 mg.
Sementara hari berikutnya, 5 hingga 10 hari ke depan, disebut dr Erlina dosis yang diberikan sebanyak 100 miligram saja. Remdesivir diyakini bisa menghambat replikasi virus sehingga tidak memperparah infeksi COVID-19.
"Jadi mudah-mudahan replikasi virus ini akan dihambat (karena remdesivir) sehingga tidak terjadi keparahan yang lebih lanjut dan kemudian sistem imunitas bisa dikendalikan," pungkasnya.
https://indomovie28.net/swordfish-2/
3 Tipe Masker Kain SNI untuk Pencegahan Virus Corona
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merumuskan standar masker kain Standar Nasional Indonesia (SNI). Tujuannya untuk menjaga kualitas masker kain di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).
Masker kain SNI ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil - Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor No.408/KEP/BSN/9/2020 pada 16 September 2020. Dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe.
Berikut 3 tipe masker kain SNI:
1. Tipe A untuk penggunaan umum
a. Minimal dua lapis kain
b. Daya tembus udara di ambang 15-65 cm3/cm2/detik
c. Kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/Kg
d. Daya serap sebesar ≤ 60 detik
e. Tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam, basa, serta saliva
2. Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri
a. Minimal dua lapis kain
b. Kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/Kg
c. Daya serap sebesar ≤ 60 detik
d. Tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam, basa, serta saliva
e. Lulus uji efisiensi filtrasi bakteri (ambang batas ≥ 60 persen)
f. Mengukur mutu masker tekanan diferensial (ambang batas ≤ 15)
3. Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel
a. Minimal dua lapis kain
b. Kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/Kg
c. Daya serap sebesar ≤ 60 detik
d. Tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam, basa, serta saliva
e. Lulus uji efisiensi filtrasi partikulat (ambang batas ≥ 60 persen)
f. Mengukur mutu masker tekanan diferensial (ambang batas ≤ 21)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar