Seorang ahli gizi di Amerika Serikat menuai cibiran karena dianggap salah mengidentifikasi organ tubuh. Ia menyebut benjolan di perut bagian bawah adalah rahim, sehingga perut menurutnya memang tidak harus rata.
Colleen Christensen, seorang nutrisionis di AS, mengatakan hal itu dalam sebuah unggahan di Instagram, saat membicarakan betapa frustrasinya memikirkan perut yang susah rata. Jadi menurutnya, yang bikin perut membesar adalah 'organ' dan memang seharusnya ada di sana.
"FYI, benjolan di perut bagian bawah kamu adalah uterus (rahim)," tulisnya di Instagram.
Maksudnya mungkin baik sih, agar mereka yang sudah susah payah menjaga berat badan tapi belum berhasil, tidak terdemotivasi. Tetapi kesalahan mengidentifikasi organ tubuh itu membuatnya diserang para ahli kesehatan.
"Gemuk itu 100 persen normal, tapi mengatakan benjolan adalah rahim jelas tidak akurat secara medis," kata Joshua Wolrich, seorang dokter di Inggris, menanggapi unggahan tersebut.
"Rahim kamu ada di tulang panggul sampai kehamilan kurang lebih pekan ke-12, jadi rahim sendiri tidak membuatmu buncit kecuali hamil," jelasnya.
https://indomovie28.net/rocknrolla-2008/
Terungkap, COVID-19 Bisa Picu Antibodi 'Autoreaktif' Serang Tubuh Sendiri
Sebuah studi memperingatkan bahwa COVID-19 bisa membuat sistem kekebalan menyerang tubuh pada beberapa pasien. Para peneliti dari Emory University, Amerika Serikat, mengklaim bahwa 'antibodi autoreaktif' ini mulai terlihat pada beberapa pasien COVID-19.
Bukan menyerang virus, antibodi autoreaktif ini justru menargetkan jaringan sehat yang ada di dalam tubuh.
"Dalam sebuah studi yang baru dirilis dan menunggu tinjauan sejawat, kami menjelaskan adanya temuan mengkhawatirkan pada pasien kritis COVID-19," tulis penulis studi, Matthew Woodruff yang dikutip dari Mirror UK, Rabu (28/10/2020).
Dalam studi tersebut, tim peneliti menganalisis 52 pasien COVID-19 yang sedang menjalani perawatan intensif, tetapi tidak memiliki riwayat penyakit autoimun. Hasilnya, lebih dari setengah pasien tersebut dinyatakan positif autoantibodi.
Woodruff menjelaskan, pada pasien dengan tingkat protein c-reaktif (penanda peradangan) tertinggi dalam darah, lebih dari dua pertiga menunjukkan bukti bahwa sistem kekebalan mereka memproduksi antibodi yang menyerang jaringan mereka sendiri.
Namun, tim peneliti tidak memberitahu secara lanjut tentang sejauh mana autoantibodi itu berkontribusi pada gejala parah COVID-19.
"Bisa jadi penyakit virus yang parah secara rutin menghasilkan produksi autoantibodi dengan sedikit konsekuensi. Ini mungkin pertama kalinya kami melihatnya. Kami juga tidak tahu berapa lama autoantibodi ini bertahan," jelas Woodruff.
"Data kami menunjukkan bahwa mereka relatif stabil selama beberapa minggu. Tapi, kami memerlukan studi lanjutan untuk memahami apakah mereka terus berlanjut secara rutin setelah pemulihan infeksi," lanjutnya.
Umbar Aib Pasien Tipis-tipis Saat Nakes Main TikTok, Etis Nggak Sih?
Popularitas TikTok tak terbendung, semua orang tampaknya sedang keranjingan. Tak terkecuali para tenaga kesehatan yang terkadang kebablasan menjadikan aib pasien sebagai materi untuk konten TikTok.
Baru-baru ini, seorang bidan mendapat cibiran netizen karena menceritakan pasiennya yang terkena sifilis. Ia juga menyinggung sedikit kondisi rumah tangganya. Memang sih, tidak menyebut nama atau identitas pasien.
Sebelumnya, pengakuan seorang wanita yang diduga perawat juga sempat viral di TikTok. Entah benar atau mengada-ada, ia mengaku berebut memasangkan kateter pada pasien pria dengan rekan-rekannya hanya demi bisa melihat Mr P.
Konten-konten semacam itu sukses mencuri perhatian netizen sehingga menjadi viral. Namun tentunya, disertai kontroversi. Ada yang merasa itu tidak masalah karena tidak menyebut identitas pasien, ada yang menganggapnya pelanggaran etik karena menyangkut aib pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar