Senin, 23 Desember 2019

Hutan Gunung Rinjani Jangan Sampai Botak Lagi

Kerusakan hutan marak terjadi di kawasan Gunung Rinjani. Praktik itu berlawanan dengan pengelolaan ekologi yang sustainable.

"Ya, jelaslah perusakan sumberdaya alam secara tidak bijak itu melanggar prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mencegah risiko bahaya alam," ucap General Manager Geopark Rinjani Chairul Mahsul kepada detikcom menanggapi pembalakan liar yang masih terjadi di kawasan hutan Gunung Rinjani, Kamis (19/9/2019).

Padahal menurut Chairul, NTB khususnya Lombok telah menyandang dua atribut penghargaan bergengsi dari Unesco sejak tahun 2018. Dua predikat internasional itu adalah sebagai Unesco Global Geopark dan cagar biosfer.

"Lombok itu penyandang dua atribut UNESCO. UNESCO Biosphere Reserve dan Unesco Global Geopark. Keduanya menuntut keberlanjutan pembangunan, termasuk pelestarian sumberdaya alamnya," jelasnya.

Perambahan Hutan Pesugulan yang masuk wilayah administratif Desa Bebidas, Kecamatan Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur itu yang selama ini terjadi, menurut dia perlu adanya upaya sosilaisasi dan koordinasi lintas sektor.

Kesadaran bersama warga akan pentingnya pengelolaan sumberdaya alam yang ada, maka diperlukan ketegasan dalam upaya pembinaan.

"Perambahan di Bebidas saja mau dilakukan penegakan hukum oleh polisi, pada ramai dan protes. Bagaimana mau terpelihara mata airnya," ungkapnya.

Upaya kelestarian situs-situs geologi, biologi dan budaya, dengan adanya penguatan peran komunitas lokal akan dapat meminimalisir risiko kebencanaan sesuai nilai keberadaan suatu geopark.

"Bukan berlawanan tapi pelanggaran hukum perambahan itu kan memang belum optimal diatasi oleh pemilik kewenangan. TNGR juga tidak bisa berjalan sendiri jika tidak diback up oleh pemda dan polisi, kan? kata dia balik bertanya.

Oase Hijau di Ibu Kota Baru

Berada di kawasan pesisir, ibu kota baru di Penajam Paser Utara punya hutan mangrove yang rimbun dan asri. Hutan mangrove ini bak oase hijau di ibu kota baru.

Terletak di Kelurahan Kampung Baru, ada kawasan hutan mangrove yang bisa disambangi traveler bila ibu kota baru sudah pindah ke Penajam Paser Utara. Hutan mangrove ini luasnya mencapai 20 hektar.

Tim Jelajah Ibu Kota Baru detikcom berkunjung ke hutan mangrove ini pekan lalu. Sore hari kami berkunjung ke sini. Untuk menemukan destinasi wisata ini tidak sulit karena berada tak jauh dari jalan raya.

Lokasinya pun berdekatan dengan Pantai Tanjung Jumlai. Cuma papan penunjuknya hanya berukuran kecil saja. Jadi hati-hati saja jangan sampai terlewat.

Saat detikcom datang, suasana di Ekowisata Hutan Mangrove Penajam Paser Utara ini begitu sepi dan sunyi. Hanya saya sendiri saja sore itu, tidak ada pengunjung lain.

Setelah berjalan kaki kurang lebih 10 menit masuk ke dalam kawasan hutan, bulu kuduk lama-lama berdiri juga. Beruntung ada Basri, driver sekaligus pemandu saya hari itu ikut menyusul ke dalam.

Hutan Mangrove ini sendiri sangat Instagramable. Hijau dan asri. Sejuk dan menyegarkan. Traveler bisa berjalan-jalan di atas jembatan kayu yang dibangun membelah hutan mangrove ini. Atau traveler bisa juga naik ke menara pandang untuk menikmati pemandangan hutan mangrove dari atas ketinggian.

Ada banyak jenis mangrove yang ditanam di hutan ini. Di antaranya Avicenna, Rizhopora, Sonneratia hingga Catappa. Kabarnya di hutan ini juga tinggal beberapa jenis satwa seperti monyet ekor panjang hingga bekantan. Tapi saat saya datang, mereka tidak menunjukkan batang hidungnya.

Karena senja sudah semakin tergelincir dan langit mulai gelap, saya memutuskan untuk meninggalkan kawasan ekowisata hutan mangrove ini. Mungkin saya datang di waktu yang salah karena tidak ada orang lain yang berkunjung ke sini selain saya.

Seharusnya saya datang di hari libur sehingga bisa bertemu dengan pengunjung yang lain. Mungkin di lain waktu saya akan kembali lagi, saat kawasan wisata ini ramai karena ibu kota negara sudah pindah ke Penajam Paser Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar