Timur Lenk atau Amir Timur, adalah seorang raja yang terkenal di Uzbekistan. Traveler bisa menelusuri jejak kejayaannya di Tashkent, ibu kota Uzbekistan.
Warga Uzbekistan menyebut Timur Lenk sebagai Amir Timur, Raja yang paling tersohor karena wilayah kekuasaannya yang sangat luas. Semua itu berkat kemampuannya menaklukan sejumlah kerajaan lain.
Kita dapat melihat sejarah kejayaannya di Museum Amir Timur yang terletak di Tashkent, ibukota negara Uzbekistan. Dari kejauhan bangunan museum telah menarik perhatian dengan kubah biru terang dan bentuknya yang unik.
Setelah membeli tiket dan masuk ke dalam museum, percayalah pengunjung akan terpesona dengan interior bangunan museum yang megah dengan lukisan dinding yang cantik dan lampu gantung yang indah. Di tengah ruangan museum terdapat mushaf Al Quran ukuran besar di dalam kotak kaca.
Pengunjung harus menaiki tangga bila ingin menelusuri sejarah Timur Lenk ini. Pada dinding terdapat sejumlah lukisan para penguasa kerajaan ini, mulai dari Timur Lenk sang penakluk hingga para anak, cucu dan cicit dan keturunan selanjutnya.
Terdapat juga sejumlah lukisan yang menggambarkan suasana peperangan pada zaman itu dan peta wilayah kekuasaan Timur Lenk yang luar biasa luasnya, meliputi beberapa negara Asia saat ini bahkan sampai ke sebagian wilayah Rusia.
Di museum ini pengunjung juga dapat melihat beberapa barang persembahan dari beberapa kerajaan lain untuk Timur Lenk dan juga perlengkapan perang serta baju zirah yang biasa dipakai pada zaman tersebut.
Tak lupa di museum ini juga terdapat miniatur mausoleum Timur Lenk dan bangunan-bangunan terkenal lain di negara Uzbekistan. Pada akhir kunjungan kita dapat membeli oleh-oleh di toko souvenir yang terdapat di lantai dasar museum.
Nah, bila traveler berkesempatan mengunjungi Uzbekistan, jangan lupa memasukkan museum ini dalam list kunjungan ya!
Ketika Kopi Menjadi Terang Dalam Kegelapan
Bagi traveler, menikmati kopi jadi kebutuhan hingga gaya hidup. Hanya bagi barista tunanetra bernama Ilham, kopi menjadi caranya untuk mengekspresikan diri.
Adalah Ilham Febriyanto, seorang barista dari Blind Coffee, yang memiliki keterbatasan indra penglihatan. detikcom pun pertama kali bertemu dengannya lewat acara Special City Tour Barista Inklusif yang diselenggarakan oleh komunitas Koko Jali, Sabtu pekan lalu (14/9/2019).
Tepat pagi hari itu, kedai kopi Join X Jeera Coffee House yang terkenal akan para barista eks-napinya menjadi tempat pertemuan kami. Layaknya peserta tur yang baru berjumpa, saya pun menyodorkan tangan sebagai tanda perkenalan dan keramahtamahan.
Dalam hitungan detik, tangan saya pun segera berjabat dengan tangan para peserta tur lain. Namun, jabat tangan saya berhenti di depan seorang pemuda paruh baya berkemeja cokelat. Tatapannya tampak lurus ke depan, tapi tak ada reaksi menghadap tangan saya.
Saat itu baru saya sadari, bahwa pria yang belakangan saya ketahui namanya sebagai ilham itu adalah seorang tuna netra. Jujur, saya merasa canggung sekaligus malu karena tak dapat mengetahuinya lebih awal.
Saya pun lantas segera menepuk pelan lengan Ilham dan menjabat tangannya yang terpangku di atas lutut sambil memperkenalkan diri. Menyadari kehadiranku, Ilham pun balik memperkenalkan namanya serasa tersenyum.
Usai berkenalan, obrolan pun mengalir hangat. Dijelaskan oleh Ilham, ia merupakan satu dari empat barista tunanetra dari Blind Coffee. Sebuah inisiatif kedai kopi dari para kaum difabel yang memiliki keterbatasan mata.
Didampingi oleh Tami dari komunitas Fency (Fellowship of Netra Community). Beliau sendiri memang aktif mendampingi rekan-rekan sahabat tunanetra dalam setiap kegiatannya.
Dengan ramah Ilham bercerita perihal perjalanannya menjadi apa yang ia sebut sebagai Blind Barista. Kisahnya dimulai saat ia duduk di bangku kelas satu SMP tahun 2003 silam.
"Kena pas SMP kelas satu, tiba-tiba pandangan saya kabur seperti berkabut. Tahu-tahu saya tak bisa melihat," kenang Ilham.
Dijelaskan Ilham, mata kirinya sudah tidak dapat melihat. Sedangkan mata kanannya memiliki penglihatan terbatas seperti melihat dari dalam sedotan. Dokter menjatuhkan vonis dugaan katarak, glukoma hingga retinitis pigmentosa. Entah mana yang benar.
Tak putus harapan, di tengah keterbatasannya ia menekuni profesi barista di bengkel theater WS Rendra. Selain teknik, ia juga belajar mengenal kopi dari sumbernya.
"Alhamdullilah sudah dapat enam teknik. Kita belajar dari perkebunan, mengenal biji kopi dari hulu hingga penyajian," cerita Ilham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar