Minggu, 21 Juni 2020

dr Reisa: Jalani Rapid Test Tak Berarti Harus Karantina

 Sempat ramai warga di beberapa daerah menolak jalani rapid test oleh tenaga medis. Sebagian beralasan takut mendapat hasil positif sehingga dipaksa harus menjalani karantina.
Terkait hal tersebut, anggota tim komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, dr Reisa Broto Asmoro, menjelaskan sebetulnya masyarakat tak perlu takut menjalani rapid test. Tindakan ini hanya untuk screening atau deteksi dini.

"Jangan salah paham, rapid test apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan menggunakan standar operasional yang diyakini tenaga medis tidak berbahaya," kata dr Reisa dalam konferensi pers yang disiarkan BNPB, Sabtu (20/6/2020)

"Menjalani rapid test tidak sama dengan dikarantina. Kita masih bisa beraktivitas tanpa menularkan atau tertular COVID-19 apabila terbukti negatif," kata dr Reisa.

Menurut dr Reisa, rapid test penting karena membantu mengidentifikasi kemungkinan adanya orang tanpa gejala (OTG) di tengah masyarakat yang tidak disadari. Tenaga medis sudah melakukan penilaian kelompok mana saja yang berisiko tinggi sehingga dirasa perlu menjalani rapid test.

"Mereka (OTG -red) harus melindungi orang lain. Kalau tidak ditanggulangi maka bisa menulari orang lain. Orang seperti ini bisa diisolasi mandiri di rumah atau fasilitas lain," pungkasnya.

Biar Lekas Sembuh, Pasien Isolasi COVID-19 di Klaten Diajak Mancing

RSD Bagas Waras, Klaten ternyata punya cara unik untuk mempercepat penyembuhan pasien positif COVID-19. Para pasien yang menjalani isolasi diajak berjemur, senam dan mancing ikan lele bersama.
"Untuk meningkatkan imunitas. Seminggu dua kali pasien kita ajak senam dan terakhir sekali kita ajak memancing untuk refreshing," ungkap Direktur Utama RSD Bagas Waras, dr Limawan Budi Wibowo pada detikcom, Sabtu (20/6/2020).

Limawan mengatakan memancing lele hanya salah satu upaya untuk memulihkan imunitas pasien. Sebelum memancing pasien diajak senam.

"Kita punya pelatih senam asma. Jadi diajak senam dan terakhir mancing bersama di kolam belakang RSD," lanjut Limawan.

Kolam lele di RSD Bagas Waras, KlatenKolam lele di RSD Bagas Waras, Klaten. Foto: Achmad Syauqi/detikHealth
Selain memancing, sambung Limawan, isolasi yang diterapkan tidak seseram yang dibayangkan jamak orang. Sebab di ruang isolasi juga disediakan jaringan Wi-Fi.

"Jadi boleh bawa ponsel agar tahu informasi luar tapi kita anjurkan mengakses informasi yang tidak membuat cemas. Bahkan ada yang mahasiswa boleh ujian di ruang isolasi," lanjut Limawan.

Penanganan pasien COVID, imbuh Limawan, memang ketat dalam arti mengutamakan safety. Bangsal tersendiri dan tidak diakses orang lain.

"Jadi seperti sebuah RS tersendiri dan keperluan medis apapun di bangsal itu. Tidak bercampur dengan penanganan pasien lain, bahkan alat makan sekali pakai," ujar Limawan.

Dari total 26 pasien yang dirawat di RSD, terang Limawan, sudah 15 orang sembuh. Sisanya masih dirawat dan kondisinya membaik.

"Total dari awal kita rawat 26 orang dan 15 orang sudah sembuh, sisanya masih dirawat. Nanti untuk mancing kalau lele habis kita belikan lagi," tambah Limawan.

Tim Gugus Tugas COVID RSD Bagas Waras, dokter Sri Hartati menjelaskan ide awal mancing itu kolaborasi dengan bagian humas dan pengendali infeksi.

"Kebetulan ada kolam yang selama ini dimanfaatkan security untuk memelihara lele. Dan mereka wellcome untuk digunakan mancing," jelas Hartati pada detikcom.

Acara mancing itu, sambung Hartati, dikordinasikan dengan petugas pengendali infeksi (PPI). Sehingga pelaksanaannya tidak sembarangan.

"PPI menyetujui diadakan mancing tapi tetap dengan protokol yang ketat. Misalnya tetap jaga jarak, pakai masker dan petugas mengenakan APD lengkap," kata Hartati.

Pantauan detikcom, lokasi kolam berada di taman paling belakang RSD. Dari bangsal COVID sekitar 40 meter setelah melintas lapangan dan taman.

Di lokasi masih ada beberapa joran pancing yang digunakan. Sisa pakan ikannya pun masih ada.
https://indomovie28.net/cast/brad-monclova/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar