Kamis, 04 Juni 2020

Curhat Ibu Melahirkan Saat Pandemi, Tekor Harus Bayar Tes Swab dan Biaya APD

Perjuangan ibu melahirkan di saat pandemi virus Corona ternyata tidak main-main. Hal ini dirasakan Delfi (27). Kontrol kehamilan di salah satu rumah sakit rujukan COVID-19 membuatnya was-was. Sempat tidak konsultasi selama dua bulan karena takut terjadi penularan virus Corona.

Tak ingin mengambil risiko, ia kemudian mencari rumah sakit dan klinik khusus ibu dan anak yang aman untuk bersalin. Namun ia dihadapkan dengan keadaan lain karena beberapa RSIA yang dikunjunginya menerapkan SOP seluruh persalinan harus caesar.

"Jadi semua harus caesar kecuali udah pembukaan 10 baru ditolongin. Beberapa RS juga udah nerapin protokol COVID-19 kan jadi harus swab, rontgen paru, cek darah, beli APD which is aku harus persiapin dana lagi kurang lebih 4 juta ditambah caesar jadi ya cadangan harus ada Rp 50-an juta lah," tutur Delfi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (4/6/2020).

Keadaan tersebut tentu memberatkan terlebih suaminya yang ternyata dirumahkan akibat pandemi virus Corona. Akhirnya Delfi memutuskan mencari klinik lain yang ramah di kantong dan tak jauh dari rumah meski belum yakin akan bersalin di sana karena tak percaya diri bisa melahirkan normal.

"Qadarullah di usia kandunganku 35 week aku flek akhirnya harus bedrest seminggu. Tapi dalam seminggu itu di hari ketiga udah kontraksi akhirnya ke klinik dekat rumah aja dan dokter di sana bilang dalam dua hari sepertinya sudah bisa lahiran normal.

"Akhirnya lahiran deh di klinik itu alhamdulillah masih bisa didampingi suami. tapi waktu itu nggak pakai masker, boro-boro deh," lanjutnya.

Tapi drama selanjutnya terjadi. Pas hari ke-7, anaknya kuning karena bilirubinnya tinggi dan harus dirawat sinar. Delfi harus ke klinik berbeda yang mewajibkan ibu hamil untuk melakukan tes swab dan beli APD.

"Karena aku belum tes swab tapi anakku udah urgent harus ditangani, jadi aku pake APD lengkap deh kayak perawat. Parah sih, dari hamil, melahirkan, sampai cek ke dokter pun sulit banget sekarang," kenangnya.

Perjuangan yang sama juga dirasakan Kurnia (26). Sebelum proses bersalin, ia juga harus melaksanakan protokol kesehatan pencegahan virus Corona yang lengkap seperti rapid test atau swab. Belul lagi biaya tambahan yang dibebankan padanya.

"Disuruhnya rapid test tapi aku lebih memilih swab. Setelah lahiran ada biaya-biaya tambahan, biaya APD. Biaya swabnya sekitar Rp 2.5 juta, APD Rp 300 ribu," tuturnya.

Menjalani proses bersalin caesar membuatnya tak bisa didampingi oleh keluarga. Dokter yang menanganinya pun kala itu memakai APD lengkap dan kacamata untuk meminimalisir kontaminasi dan kontak.

"Alhamdulillah lancar. Aku baru boleh ditemenin pas di ruang inap. Mereka nggak swab sih dan nggak pakai APD juga," pungkas Kurnia.

Surabaya 'Zona Hitam' Corona, Ragam Upaya Dilakukan agar Bisa Kembali Hijau

 Berwarna gelap pada peta laporan penyebaran kasus COVID-19, Surabaya disebut-sebut sebagai zona 'hitam'. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan zona 'hitam' sebenarnya warna merah tua yang menandakan banyaknya jumlah kasus Corona di area tersebut.

"Kemudian ada yang tanya, itu (di peta) kok ada yang hitam. Itu bukan hitam tapi merah tua," kata Khofifah beberapa waktu lalu.

Diketahui, Surabaya menjadi salah satu wilayah dengan jumlah kasus positif COVID-19 yang cukup tinggi, yakni 2.748 orang pada Rabu (3/6/2020).

Lantas bagaimana caranya agar Surabaya bisa kembali menjadi zona hijau Corona?

Pemkot Surabaya telah melakukan berbagai upaya untuk memutus rantai penularan COVID-19. Salah satunya adalah dengan cara melakukan tes Corona secara massal.

"Kalau ditanya langkah-langkah, selama ini kan sudah kami jabarkan. Langkah Pemkot tentunya memassalkan rapid test, memassalkan tes swab. Kemudian memetakan pembatasan klaster-klaster. Kemudian pembentukan kampung COVID," kata Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhtya Prajatara, Rabu (3/6/2020).

Febri menjelaskan dari hasil tes massal Corona tersebut nantinya pihak Pemkot bisa mengetahui dan memetakan cara penanganan yang lebih lanjut.

"Buktinya dengan adanya lonjakan kesembuhan, kita mengetahui mana (sembuh). Nah kalau ada yang positif tentunya yang dirawat ada protokol-protokol khusus. Sedangkan yang negatif sudah bisa bebas gitu," jelas Febri.
http://nonton08.com/insatiable-cravings/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar