Seorang wanita berinisial LHI viral di media sosial karena mengaku mengalami pemerasan dan pelecehan seksual saat pemeriksaan rapid test di Bandara Soekarno-Hatta. LHI membagikan cerita melalui akun Twitter-nya.
Peristiwa tersebut terjadi pada 13 September 2020 saat dirinya hendak melakukan perjalanan ke Nias, Sumatera Utara. LHI mengaku melakukan rapid test kembali di Bandara meski hari sebelumnya sudah melakukan tes.
LHI mengatakan adanya pemerasan yang dilakukan oleh dokter yang memeriksanya. Selain meminta bayaran, dia menyebut dokter tersebut melakukan pelecehan kepada dirinya dengan mencium dan meraba payudara.
"Aku kira cuma selesai sampai di situ, ternyata enggak :( abis itu, si dokter ndeketin aku, buka masker aku, nyoba untuk cium mulut aku. di situ aku bener2 shock, ga bisa ngapa2in, cuma bisa diem, mau ngelawan aja gabisa saking hancurnya diri aku di dalam," tulis akun @listongs seperti dilihat detikcom, Minggu (20/9/2020).
"Please jangan hujat aku "aku nya yang ngebolehin/gak ngelawan" tapi jujur, pada saat kejadian bener2 gak bisa ngapa2in dan ngerasa powerless," ujarnya.
Menanggapi hal itu, psikolog sekaligus konselor Nuzulia Rahma Tristinarum, menjelaskan alasan seseorang tidak mengambil tindakan saat dirinya mengalami pelecehan yaitu adanya freeze respons. Kondisi alamiah otak ketika menghadapi situasi yang membahayakan.
"Saat kejadian berlangsung, bisa jadi seseorang tidak dapat melakukan hal yang tepat karena reaksi alamiah otak dan tubuh. Freeze respons ini membuat tubuh terasa tidak dapat digerakkan," ucap Rahma saat dihubungi detikcom pada Minggu (20/9/2020).
"Selama proses ini otak sedang mencerna apa yang terjadi dan memberikan sinyal bahaya sehingga tubuh memberikan respon diam yang sebenarnya adalah untuk melindungi," jelasnya.
Rahma menekankan, saat wanita mengalami kejadian pelecehan, bisa saja tidak bisa melakukan tindakan yang tepat pada awalnya. Namun, setelah sadar barulah ia akan merasakan sesuatu yang tidak beres.
"Jika kondisi psikis sudah lebih tenang, segera melaporkan kejadian. Sebaiknya cari orang yang dapat mendampingi selama sesi pelaporan. Bisa orang tua, teman atau saudara,"pungkasnya.
https://kamumovie28.com/machete-kills-2/
Satgas COVID-19: 7 Persen Pasien Corona di Wisma Atlet Tak Pernah Keluar Rumah
Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyebutkan, 7 persen dari seluruh pasien Corona yang dirawat di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran adalah mereka yang tidak pernah keluar rumah.
Lebih lanjut, Doni mengatakan hal ini membuktikan bahwa beraktivitas di rumah saja tidak menjamin seseorang aman dari penularan COVID-19.
"Program-program di rumah saja ternyata tidak menjamin seseorang tidak terpapar COVID-19. Apa buktinya? 7 persen pasien yang sekarang dirawat di rumah sakit Wisma Atlet adalah mereka yang tidak pernah keluar rumah," ungkapnya dalam sebuah Webinar, Sabtu (19/9/2020).
Menurut Doni, hal ini bisa disebabkan karena adanya anggota keluarga yang rutin melakukan aktivitas di luar rumah. Tanpa sadar dirinya membawa virus COVID-19 sehingga menimbulkan penularan.
"Kalau di rumah itu ada orang-orang atau keluarga yang secara rutin mengikuti aktivitas di luar rumah, ketika kembali bisa menjadi carrier, menjadi pembawa virus, pembawa COVID, bisa menulari juga," jelasnya.
Maka dari itu, Doni menekankan agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan di mana pun berada, sehingga risiko penularan COVID-19 bisa dihindarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar