Barang yang mengalami cacat produksi biasanya dijual dengan harga lebih murah. Tapi jika barang yang cacat produksi adalah iPhone 11 Pro yang terjadi justru sebaliknya.
Sebuah iPhone 11 Pro dengan logo Apple yang salah cetak terjual dengan harga USD 2.700 atau sekitar Rp 39,4 juta, jauh lebih tinggi ketimbang harga iPhone 11 Pro saat ini. Kesalahan cetak ini menjadikan iPhone tersebut barang yang sangat langka.
Penampakan iPhone 11 Pro langka tersebut diunggah oleh akun Twitter Internal Archive beberapa hari. Akun ini memang sering mengunggah foto prototipe produk Apple yang jarang ditemukan.
Foto tersebut menunjukkan iPhone 11 Pro berwarna abu-abu dengan logo Apple yang tidak tepat berada di tengah dan sedikit miring ke kanan. Sudut logo tersebut juga miring berlawanan dengan arah jarum jam.
"Kesalahan cetak ini sangat langka - saya katakan satu di antara 100 juta atau bahkan mungkin lebih langka," tulis akun Internal Archive dalam cuitannya, seperti dikutip dari Apple Insider, Senin (12/4/2021).
iPhone ini disebut sangat langka karena Apple memiliki sistem kontrol kualitas (QC) yang sangat ketat sehingga produk yang mengalami cacat produksi biasanya dihancurkan agar tidak sampai terjual ke pengguna. Tapi unit yang satu ini berhasil melewati pengecekan di pabrik dan sampai ke tangan pengguna.
Internal Archive tidak memberikan informasi lebih lanjut tentang iPhone 11 Pro langka ini, termasuk kapan dan bagaimana ponsel flagship ini bisa terjual dengan harga yang fantastis.
Hal serupa juga pernah terjadi di tahun 2015, saat kesalahan produksi menghasilkan iPad Pro dengan kombinasi warna yang unik yaitu cincin Touch ID berwarna emas dan bagian belakang berwarna perak.
https://maymovie98.com/movies/it-watches/
Indosat-Tri Mau Merger Bikin XL Gundah Gulana
Proses merger antara Hutchison 3 Indonesia (Tri) dan Indosat Ooredoo sudah memasuki bulan terakhir. Kompetitor mereka, yaitu XL Axiata jadi gundah gulana apabila merger tersebut berhasil dilakukan.
President Director & CEO XL Axiata Dian Siswarini mengungkapkan bahwa perasaannya campur aduk mengetahui pembahasan dua entitas perusahaan Indosat dan Tri sudah di batas akhir.
"Mix feeling ya karena sebetulnya (operator seluler) kita sudah lama ngomongin konsolidasi industri. Pemain (operator selueler di Indonesia) masih terlalu banyak, kalau ada yang merger itu bagus buat industri," ungkapnya.
Terlebih dengan jumlah pemain operator seluler yang dinilai banyak itu, bikin satu sama lain melancarkan perang harga untuk menggaet pelanggan, baik guna mempertahankan pelanggan lama maupun menggaet pelanggan baru.
Dengan adanya perang harga ini membuat industri telekomunikasi tidak sehat. Begitu juga kualitas layanan yang diberikan tidak maksimal.
"Kita semua sadar bahwa price war nggak bagus, kalau pemain sedikit itu nggak perlu price war, industri lebih sehat, kalau dari situ itu positif," ucapnya.
Kendati mendukung apabila ada operator seluler yang melakukan merger, tetapi di sisi lain akan mengancam posisi XL Axiata di pasar.
"Kalau XL mesti mikirin kalau (Indosat dan Tri) merger itu jauh lebih gede, kita kesusul lagi tentu ada pemikiran bagaiman responsnya lebih baik," kata Dian.
Sebelumnya, Ooredoo dan CK Hutchison Holdings Limited (CK Hutchison) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) secara eksklusif untuk potensi menggabungkan bisnis telekomunikasi antara Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia. MoU tersebut ditandatangani akhir Desember 2020.
Disebutkan periode eksklusivitas MoU ini berlaku hingga 30 April 2021, di mana itu artinya Tri dan Indosat dilarang untuk menjalin kerja sama dengan operator lain selama MoU tersebut berlaku.
Diketahui, Ooredoo menggenggam sekitar 65% saham Indosat. Sementara, di Indonesia Hutchison memiliki Tri yang dikelola PT Hutchison 3 Indonesia. Kesepakatan ini akan melibatkan penawaran tunai dan saham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar