Hydroxychloroquine sempat disebut-sebut bisa mengobati pasien virus Corona, bahkan yang kondisinya parah. Namun studi terbaru menunjukkan bahwa hydroxychloroquine tidak berpengaruh pada pengobatan COVID-19.
Dikutip dari CNN, studi ini telah diterbitkan dalam Journal of American Medical Association. Bahkan sebelum studi itu diterbitkan , Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat (AS) dan National Institutes of Health (NIH) telah mengeluarkan peringatan tentang penggunaan hydroxychloroquine untuk pasien virus Corona.
Dalam studi tersebut, para peneliti di University at Albany mengamati sebanyak 1.438 pasien virus Corona yang dirawat di 25 rumah sakit di New York. Setelah diteliti, tak ada perubahan pada tingkat kematian antara pasien yang diberikan hydroxychloroquine dan tidak.
"Yang paling penting bagi saya dari penelitian ini adalah hasilnya sangat konsisten dengan pedoman FDA dan NIH yang dikeluarkan pada April kemarin," kata salah seorang peneliti, David Holtgrave.
"Ketika memutuskan untuk melakukan intervensi tentang kesehatan masyarakat dan perawatan untuk COVID-19 atau penyakit lain, sangat penting untuk melihat data dan memahami tentang ilmu pengetahuannya, serta memastikan keputusan yang dibuat haruslah berbasis data setinggi mungkin," tuturnya.
Sempat Dibatalkan MA, Jokowi Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
Polemik iuran BPJS Kesehatan seperti tak ada habisnya. Presiden Joko Widodo menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II, sementara kelas III baru akan naik pada tahun 2021.
Keputusan tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sebelumnya keputusan Presiden tentang kenaikan iuran dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
"Kan ada putusan MA, membatalkan pasal di Perpres 75 tahun 2019 sehingga pemerintah harus menerbitkan payung hukum. Itu pemerintah menjalankan putusan MA," sebut Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma'ruf, saat dihubungi detikcom, Rabu (13/5/2020).
Adapun ketentuan besaran iuran tersebut sesuai Pasal 34 adalah:
Kelas I sebesar Rp 150 ribu
Kelas II sebesar Rp 100 ribu
Kelas III sebesar Rp 25.500 di tahun 2020 dan Rp 35 ribu di tahun 2021
Untuk kelas I dan II, penyesuaian iuran mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Masih Laporkan Nol Kasus Kematian, Bagaimana Strategi Vietnam Hadapi Corona?
Hingga kini, Vietnam tidak memiliki satu pun kasus kematian akibat virus Corona COVID-19. Karenanya, Vietnam menjadi sorotan di dunia sebab dinilai berhasil tangani Corona.
Mengutip data worldometers pada Rabu (13/5/2020), kasus Corona di Vietnam sebanyak 288 kasus dan 252 di antaranya dilaporkan sembuh dengan 0 kasus kematian. Tentu hal ini adalah pencapaian di tengah pandemi Corona di saat negara lain kembali melaporkan lonjakan kasus Corona dan tengah mewaspadai gelombang kedua.
Apa saja yang dilakukan Vietnam?
Melansir abc.net.au, Hung Le Thu, seorang analisis di Australian Strategic Policy Institute mengatakan para pakar termasuk ahli epidemiolog di Australia pun tak meragukan data yang dilaporkan Vietnam terkait tidak adanya kasus kematian Corona.
"Saya tidak melihat tanda bahaya mengenai ketepatan atau kurangnya transparansi dalam jumlah," kata Sharon Kane, direktur negara Vietnam di Plan International, sebuah LSM yang bekerja pada kesehatan masyarakat.
"Ada realisasi dan pelaporan yang jujur oleh pemerintah sejak awal Januari tentang terbatasnya sumber daya klinis yang tersedia jika epidemi ini terjadi, sehingga Vietnam dengan cepat berusaha menjaga wabah tetap terkendali," lanjut Sharon.
Bergerak dengan cepat dan tegas
Kunci keberhasilan Vietnam dinilai berasal dari pengujian strategis, penelusuran kontak yang agresif, dan kampanye komunikasi publik yang efektif. "Sejak awal, dipahami bahwa ini adalah sesuatu yang sangat serius, virus yang dapat menginfeksi semua orang," kata dr Le Thu.
"Bukan hanya orang yang terpengaruh tetapi semua orang di sekitar mereka," lanjut dr Le Thu.
Vietnam diketahui melaporkan kasus pertamanya pada 22 Januari lalu dan saat itu Vietnam dengan cepat bergerak untuk membentuk gugus tugas menteri yang dikenal sebagai Komite Pengarah Nasional soal Pencegahan dan Kontrol COVID-19.
"Latihan penilaian risiko pertama dilakukan pada awal Januari segera setelah kasus-kasus di China mulai dilaporkan," kata perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia untuk Vietnam, Kidong Park, mengatakan kepada AAP.
Vietnam pun dikatakan bertindak lebih cepat daripada negara mana pun di dunia di luar China.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar