Kamis, 10 September 2020

Satgas COVID: Protokol Kesehatan Belum 100 Persen, Jaga Jarak Dinilai Paling Sulit

 Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi mengatakan, perubahan perilaku masyarakat merupakan ujung tombak penanganan virus Corona. Artinya, penanganan virus Corona akan berhasil jika masyarakat disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak, mencuci tangan, dan pakai masker.
"Jaga jarak ini sulit, kita sebagai makhluk sosial yang terbiasa berkumpul, bertemu bersapa, dan berjarak dekat, jarak itu menunjukkan kedekatan kita dengan orang tersebut. Sekarang kita akan tampak tidak ramah dan menjaga jarak, ternyata menjaga jarak ini ternyata menjadi perilaku yang menyelamatkan kita semua," jelas Sonny dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (10/9/2020).

"Kita semua harus sadar bahwa menjaga jarak itu perilaku yang baik saat ini dikala pandemi, dan mencuci tangan. Dari tiga hal ini sebetulnya masyarakat sudah punya pengetahuan yang banyak. Tapi mereka tidak melakukan sepenuhnya," tambah Sonny.

Survey yang dilakukan oleh Satgas COVID, mengatakan ada tiga hal yan harus diterapkan, namun menjaga jarak itu paling sulit untuk diterapkan di masyarakat.

"Masyarakat selalu menjaga jarak dalam seminggu terakhir, walaupun tingkat pengetahuan mereka terhadap kebijakan menjaga jarak berada pada level 87 persen. Namun, pada kenyataannya hanya 72 persen masyarakat yang menerapkan jaga jarak," papar Sony.

Lanjut Sonny, masyarakat sering dan selalu mencuci tangan dengan sabun selama 20 detik, hanya 64 persen responden sering atau selalu menggunakan hand sanitizer. Namun, hanya 80 persen masyarakat yang menerapkan untuk mencuci tangan. Sebanyak 80 persen masyarakat sering menggunakan masker ketika berada di luar rumah.

Uji Klinis Dihentikan, Apa Sih Efek Samping Vaksin Corona Oxford-AstraZeneca?

 Uji klinis kandidat vaksin Corona COVID-19 dari Oxford-AstraZeneca dihentikan sementara karena diduga menimbulkan efek samping misterius. Padahal vaksin ini disebut sebagai salah satu kandidat yang dianggap dunia paling menjanjikan.
AstraZeneca memberikan pernyataan bahwa uji klinis tingkat III vaksin dihentikan sementara sampai tim ahli bisa menganalisa penyebab timbulnya penyakit pada relawan. Keamanan relawan dianggap sebagai faktor paling penting yang harus dipenuhi.

"Kami berkomitmen menjaga keamanan relawan dan memenuhi standar tertinggi uji klinis," tulis AstraZeneca di situs resminya seperti dikutip pada Kamis (10/9/2020).

The New York Times melaporkan bahwa seorang relawan vaksin di Inggris didiagnosis dengan kondisi transverse mielitis. Orang dengan kondisi ini mengalami peradangan pada tulang belakang yang menyerang lapisan mielin, yaitu selaput yang menyelimuti serat sel saraf.

Transverse mielitis diketahui dapat menyebabkan cedera tulang belakang. Gejalanya mulai dari rasa lemah pada bagian tangan atau kaki, nyeri, hingga sensasi abnormal mulai dari mati rasa, kesemutan, hingga terbakar.

Biasanya transverse mielitis dikaitkan dengan infeksi virus. Oleh karena itu tim ahli sedang menginvestigasi apakah ini benar-benar berkaitan dengan pemberian vaksin.

Vaksin Corona yang dikembangkan Oxford-AstraZeneca sendiri merupakan vaksin yang memanfaatkan teknologi rekayasa genetik. Ilmuwan merekayasa virus jinak (adenovirus) yang biasa menyebabkan pilek untuk membawa materi genetik SARS-COV-2.

Ketika vaksin yang berisi adenovirus ini disuntikkan ke relawan, harapannya tubuh akan memproduksi antibodi terhadap SARS-COV-2 penyebab COVID-19.
https://cinemamovie28.com/covert-operation/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar