Dokter Li Wenliang dari Rumah Sakit Pusat Wuhan dikabarkan meninggal dunia setelah berjuang menjadi dokter pertama yang menemukan virus corona dan membantu banyak orang.
Ia meninggal karena terinfeksi oleh coronavirus atau 2019-nCoV yang hingga saat ini masih menghantui masyarakat China dan sejumlah negara lainnya.
Dirangkum detikcom, berikut ini 5 fakta soal 'Whistle Blower' virus corona, dr Li Wenliang.
1. Dituding sebar hoax
Pada 30 Desember 2019 lalu, Li Wenliang, dokter dari Wuhan pertama kali mendiagnosis tujuh pasien yang disebut mengidap penyakit yang mirip seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Ia menjelaskan, hasil tes pada pasien tersebut menunjukkan positif virus corona.
Li pun akhirnya menyebarkan pesan pada setiap orang untuk waspada akan virus corona ini. Tapi, aksi tersebut dituduh oleh polisi Wuhan sebagai penyebaran rumor atau hoax dan menjadi satu dari delapan orang yang juga diselidiki polisi karena 'menyebarkan hoax'.
Ia dipanggil kepolisian, Public Security Bureau untuk menandatangani sebuah surat yang tertulis kalau ia dituduh menyebarkan desas-desus palsu yang mengganggu masyarakat.
2. Usianya masih muda
dr Li Wenliang terbilang sebagai dokter yang masih muda. Saat memerangi virus corona, ia masih berusia 34 tahun.
3. Bekerja sebagai dokter spesialis mata
dr Li ini merupakan salah satu dokter spesialis mata di Rumah Sakit Pusat Wuhan. Meski begitu, ia menjadi yang pertama memeriksa tujuh pasien yang disebutnya mengidap penyakit yang mirip seperti SARS.
4. Alami gejala infeksi saat merawat pasien
dr Li sempat mengalami gejala batuk-batuk setelah merawat pasien dengan glaukoma pada 10 Januari 2020 lalu. Pada hari berikutnya, ia baru mengalami demam.
Dan akhirnya pada 1 Februari 2020, dr Li akhirnya didiagnosis dengan 2019-nCoV atau coronavirus.
5. Terinfeksi lalu meninggal
dr Li baru didiagnosis terinfeksi virus corona pada 1 Februari lalu. Sebelum meninggal, ia juga sempat mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
Hingga pada Jumat (7/2/2020), berdasarkan pernyataan Rumah Sakit Pusat Wuhan, dr Li dikabarkan meninggal setelah berjuang membantu pasien memerangi virus corona.
"Dia meninggal pada 2:58 (dini hari) pada 7 Februari setelah upaya untuk menyadarkan kembali tidak berhasil," jelas pernyataan rumah sakit.
Petugas Kesehatan di China: Virus Corona Menyatukan Hati Kita
Semenjak penyebaran awal yang terjadi pada akhir tahun lalu di China, saat ini virus corona 2019-nCoV telah membunuh lebih dari 630 orang.
Wabah virus corona yang kian mengganas membuat petugas kesehatan di China kewalahan menangani pasien. Namun rasa kemanusiaan membuat mereka tetap semangat.
Dikutip dari BBC, seorang petugas kesehatan di salah satu rumah sakit terbesar di Hubei, bernama Yao membagikan kisahnya dalam berjuang melawan virus corona.
Awalnya sebelum wabah virus corona menyerang, ia telah merencanakan liburan ke Guangzhou bersama keluarganya untuk merayakan tahun baru Imlek. Namun hal itu jadi angan-angan saja sebab ia memutuskan untuk menjadi sukarelawan di Xiangyang.
"Memang benar kita hidup di dalam satu kehidupan, tetapi ada suara kuat yang keluar dari hati saya, yang mengatakan 'saya harus pergi'," kata Yao.
Rasa keraguan pun timbul di dalam dirinya, apakah dia akan tetap berangkat bersama keluarganya, atau dia harus menjadi sukarelawan.
"Aku berkata pada diriku sendiri, bersiaplah dan lindungi dirimu dengan baik," ucap Yao.
"Bahkan jika tidak ada jas pelindung, aku masih bisa menggunakan jas hujan. Jika tidak ada masker, aku bisa meminta tolong ke teman-teman di seluruh China untuk mengirimkan satu kepadaku. Pasti selalu ada jalan," lanjutnya.
Menurutnya pemerintah telah berupaya untuk menyediakan keperluan yang dibutuhkan, seperti pakaian pelindung, dan juga masker.
"Ini merupakan pekerjaan yang sulit dan sangat menyedihkan. Kita tidak punya waktu untuk memikirkan keselamatan kita sendiri," jelasnya.
"Kami juga harus merawat pasien dengan lembut, karena begitu banyak orang yang datang dengan keadaan panik, bahkan ada yang seperti mengalami gangguan jiwa," ujarnya.
Sistem shift pun diberlakukan untuk menangani lonjakan pasien yang masuk. Yao mengatakan setiap petugas kesehatan akan bekerja selama 10 jam dalam sehari, dan selama shift tidak boleh ada yang makan, minum, istirahat, maupun ke toilet.
"Di akhir shift, ketika melepas jas kita akan melihat pakaian kita benar-benar basah oleh keringat. Dahi, hidung, leher, dan wajah kami terdapat bekas luka yang mendalam akibat masker yang begitu ketat ketika digunakan," kata Yao.
"Banyak rekan saya yang tertidur di atas kursi setelah bekerja, karena mereka terlalu lelah untuk berjalan," jelasnya.
https://nonton08.com/amerigeddon/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar