Kamis, 27 Agustus 2020

Bumi Berubah Jadi Bola Salju karena Kekurangan Cahaya Matahari

 Bumi pernah mengalami zaman es global setidaknya dua kali 700 juta tahun yang lalu. Ilmuwan memperkirakan peristiwa ini mungkin terjadi karena berkurangnya cahaya matahari dalam jangka waktu yang pendek.
Dalam salah satu event zaman es yang paling ekstrem, es membekukan Bumi dari wilayah kutub dan menjalar hingga daerah di latitude yang lebih rendah.

Bukti dari fenomena pendinginan global seperti ini telah ditemukan di catatan geologi, termasuk event glasiasi di zaman Cryogenian. Ilmuwan mengatakan peristiwa pendinginan global ini melahirkan fenomena yang disebut Snowball Earth atau Bumi bola salju.

Ilmuwan belum mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan fenomena seperti ini terjadi. Tapi ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology sudah mendapatkan penjelasan teoritis yang diterbitkan di Proceedings of the Royal Society A.

"Ada banyak ide tentang apa yang menyebabkan glasiasi global ini, tapi mereka semua mengarah pada beberapa modifikasi implisit radiasi matahari yang masuk," kata peneliti ilmu planet dari MIT Constantin Arnscheidt, seperti dikutip detikINET dari Science Alert, Minggu (2/8/2020).

Dengan kata lain, Snowball Earth bisa terjadi ketika cahaya matahari yang sampai ke permukaan Bumi berkurang dan menyebabkan temperatur Bumi menjadi lebih rendah hingga akhirnya membeku.

Dalam simulasi yang dilakukan Arnscheidt dan koleganya ahli geofisika dari MIT Daniel Rothman menemukan bahwa jika radiasi matahari turun cukup cepat dalam waktu yang cukup lama bisa menyebabkan Snowball Earth.

Mereka memperkirakan berkurangnya cahaya matahari yang mencapai permukaan Bumi sebanyak 2% dan terjadi selama 10.000 tahun sudah cukup untuk memicu fenomena ini. Jika dibandingkan dengan usia Bumi yang mencapai 4,5 miliar tahun, durasi ini memang terbilang singkat tapi bisa membawa banyak perubahan.

Arnscheidt dan Rothman tidak tahu secara pasti apa yang bisa menyebabkan berkurangnya cahaya matahari yang sampai ke Bumi. Salah satu kemungkinan adalah musim dingin yang disebabkan oleh erupsi gunung berapi bisa saja menyelimuti Bumi dengan abu dan awan yang tebal.

Atau mungkin disebabkan oleh fenomena biologi di zaman purba, seperti merebaknya ganggang penghasil uap air yang bisa menghasilkan awan kondensasi yang pada akhirnya membuat lingkungan sekitarnya membeku.

Arnscheidt mengatakan penting bagi ilmuwan untuk mencari tahu apa yang menyebabkan fenomena ini terjadi. Apalagi saat ini Bumi sedang menuju arah sebaliknya dengan pemanasan global yang progresnya semakin cepat.

"Ini mengajarkan kita bahwa kita harus waspada terhadap kecepatan kita memodifikasi iklim Bumi, bukan hanya besarnya perubahan," kata Arnscheidt.

Ilmuwan Hidupkan Kembali Mikroba Berumur 100 Juta Tahun

Para ilmuwan berhasil menghidupkan kembali mikroba yang telah tertidur selama lebih dari 100 juta tahun.
Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah mengumpulkan sampel sedimen kuno dari bawah dasar laut untuk lebih memahami iklim masa lalu, lempeng tektonik, dan ekosistem laut dalam.

Para peneliti, yang dipimpin oleh Badan Geomikrobiologi Ilmu dan Teknologi Laut-Bumi Jepang Dr. Yuki Morono mengumpulkan Sampel sedimen purba selama ekspedisi ke South Pacific Gyre

Di atas kapal, JOIDES Resolution , Dr. Morono dan rekannya mengebor banyak sedimen core 100 m (328 kaki) di bawah dasar laut dan hampir 6 km (3,7 mil) di bawah permukaan laut.

Para ilmuwan menemukan bahwa oksigen ada di semua inti, menunjukkan bahwa jika sedimen terakumulasi secara perlahan di dasar laut dengan kecepatan tidak lebih dari 1-2 m (3,3-6,6 kaki) setiap juta tahun, oksigen akan menembus jauh-jauh dari dasar laut ke ruang bawah tanah.

Kondisi seperti itu memungkinkan mikroorganisme aerob untuk bertahan hidup dalam skala waktu geologis jutaan tahun meski tidak memiliki nutrisi.

Para ilmuwan kemudian menginkubasi sampel mikroba hingga 557 hari dalam pengaturan laboratorium yang aman, menyediakan sumber karbon dan nitrogen 'makanan' seperti amonia, asetat, dan asam amino. Hasilnya alih-alih menjadi fosil sisa-sisa kehidupan, mikroba itu tumbuh, berlipat ganda, dan menampilkan beragam aktivitas metabolisme.

"Awalnya saya skeptis, tetapi kami menemukan bahwa hingga 99,1% dari mikroba dalam endapan yang disimpan 101,5 juta tahun lalu masih hidup," kata Dr. Morono dilansir dari Scitechdaily.

"Kami sekarang tahu bahwa tidak ada batasan umur untuk (organisme di) biosfer bawah laut".
https://kamumovie28.com/grannys-got-talent/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar