Sebanyak 10 juta dosis bahan baku vaksin COVID-19 kembali tiba di Bio Farma pada Selasa (2/2/2021) sekitar pukul 15.45 WIB. Bahan baku atau bulk vaksin tersebut diangkut dalam dua truk yang dikawal ketat oleh personel TNI-Polri.
Sekretaris Bio Farma Bambang Heriyanto mengatakan, 10 juta dosis bulk vaksin ini akan diproses menjadi vaksin jadi. Sebelum diedarkan, vaksin tersebut akan melalui proses uji mutu atau quality control yang ketat.
"Semua bulk (bahan baku) ini, setelah diolah menjadi produk jadi, terlebih dahulu harus melalui serangkaian uji mutu atau quality control yang ketat, yang dilakukan di laboratorium Bio Farma dan juga laboratorium BPOM, untuk memastikan produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang memenuhi syarat," kata Bambang di Bio Farma.
Ia berharap dalam waktu dekat ini bisa terpenuhi 140 juta dosis vaksin untuk keperluan vaksinasi di Indonesia.
"Kita bisa juga percepat sampai dengan Juli, jadi Juli 140 juta dosis sudah datang bisa kita proses," kata dia.
Bambang mengatakan, 10 juta dosis bulk vaksin ini akan diproduksi pada 13 Februari mendatang, jadwal itu mengikuti selesainya produksi 15 juta dosis bulk yang telah tiba lebih dulu dan ditargetkan selesai pada 11 Februari 2021.
"Ini kurang lebih tanggal 13 Februari setelah yang 15 juta (kedatangan pertama bahan baku) selesai, nanti tanggal 13 Februari sampai 20 Maret rencana produksinya," kata Bambang.
Sebanyak 10 juta bulk vaksin ini akan diolah dan hasil jadinya akan diperuntukkan bagi petugas pelayanan dan tenaga layanan publik termasuk TNI dan Polri.
"Sesuai rencana Kementerian Kesehatan untuk petugas pelayanan publik, TNI dan Polri, ada sekitar 17,5 juta sasaran," katanya.
https://indomovie28.net/movies/bitcoin-heist/
Cukai Rokok Naik 12,5 Persen, Efektifkah Tekan Perokok Muda?
- Cukai rokok resmi naik hingga 12,5 persen per Februari 2021. Seiring pandemi COVID-19, langkah ini bertujuan meminimalkan risiko kematian akibat COVID-19 pada perokok, terutama kaum muda.
Ketua IAKMI Tobacco Control Support Center Sumarjati Arjoso menegaskan, pandemi COVID-19 perlu jadi pertimbangan besar dalam penggarapan kenaikan harga rokok beserta segala tindak lanjutnya untuk petani tembakau.
Pasalnya, angka konsumsi rokok yang tercatat konsisten meroket sejak 2019 bersamaan dengan merayapnya kasus COVID-19 adalah hal berbahaya.
"Dalam kondisi pandemi, alangkah sedih prevalensi (masyarakat) merokok tidak menurun, malah meningkatkan risiko penyebaran COVID-19 terutama di kalangan anak-anak sehingga kita terancam untuk kehilangan bonus demografi," jelasnya dalam webinar "Implementasi Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Tahun 2021 dan Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan serta Pengawasan" Selasa (2/2/2021).
Sumarjati mengingatkan, risiko kematian akibat COVID-19 lebih besar bagi perokok, terutama yang sudah memiliki gangguan jantung. Adalah berbahaya jika hal ini menimpa kaum muda yang seharusnya bisa menjadi potensi bonus demografi di masa mendatang.
Kepala Subbidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Sarno turut menjelaskan bahwa di samping amanah Undang-undang tentang cukai, kenaikan harga rokok ini bertujuan menekan angka prevalensi konsumsi rokok oleh remaja usia 10 - 18 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar