Sebagai hadiah ulang tahun pernikahan yang ke-17 Lori March memberikan Apple Watch kepada suaminya Bob March. Hadiahnya tersebut ternyata menjadi penyelamat hidup sang suami.
Dilansir detiKINET dari Mac Rumors, Sabtu (6/2/2021) Bob March yang merupakan mantan atlet tingkat perguruan tinggi yang juga berlari setengah maraton saat dewasa ini mulai menjajal fungsi jam tangan barunya.
Lalu ia menemukan aplikasi Heart Rate namun saat ia dalam kondisi santai ternyata pembacaan detak jantungnya menunjukkan 127 denyut per menit sebuah angka yang cukup tinggi.
Pada awalnya ia menepis dan menduga angka tersebut hanyalah kebetulan saja, namun ia melihat pembacaan pada monitornya tidak menentu dan selalu naik turun.
"Saya pikir, ini gila. Jika saya mengurangi lari atau pendinginan, saya pasti akan mencapai angka seperti itu." kata Bob.
Namun hari demi hari Bob dan Lori memperhatikan pembacaan detak jantung yang lebih tidak menentu.
"Saya mulai berlari dan itu mulai turun tetapi kemudian akan kembali naik. Jadi saat itulah saya menyadari ada sesuatu yang mungkin tidak benar di sini." jelasnya.
Beberapa hari kemudian setelah melihat pola yang serupa akhirnya mendorong Lori untuk menjadwalkan janji untuk pemeriksaan fisik rutin.
"Saya pikir dokter akan menyuruh saya berlatih pernafasan, mencoba yoga, mengurangi natrium atau semacamnya. Tapi justru 10 menit setelah bertemu dengan saya dia memasukkan ke dalam ambulans menuju ke UGD," kata Bob.
Ternyata dokter telah menemukan penyakit artimia yang menyebabkan jantung Bob bekerja terlalu keras. Kondisi ini jika dibiarkan bisa berakibat fatal.
Bob pun akhirnya telah berhasil menjalani operasi dan memuji performa Apple Watch karena telah memainkan peran yang sangat penting menyelamatkan nyawanya.
https://tendabiru21.net/movies/love-loyalty-the-making-of-the-remains-of-the-day/
Jepang Minta Maaf Aplikasi Tracing COVID-19 Android Tak Berfungsi
Kementerian Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang meminta maaf atas tidak berfungsinya aplikasi tracing COVID-19 versi Android. Sejak September 2020, aplikasi ini tidak memberikan notifikasi ketika ada kontak yang terinfeksi.
Mengingat Jepang baru-baru ini sedang mengalami gelombang ketiga kasus terinfeksi COVID-19, kabar ini sangat mengejutkan. Kesalahan tersebut dinilai memalukan, terutama karena Jepang dikenal dengan reputasi negaranya yang sangat disiplin dan terkontrol dengan ketat.
Kementerian Kesehatan Jepang mengakui adanya masalah dalam update aplikasi tracing COVID-19 versi Android tersebut dalam pengumuman di halaman website aplikasi tersebut.
Dikutip dari The Register, Sabtu (6/2/2021) dalam website itu disebutkan bahwa notifikasi adanya kontak dengan orang terinfeksi COVID-19 tidak berfungsi sejak akhir September 2020 dikarenakan update untuk versi Android aplikasi tersebut belum rilis.
"Kami sungguh meminta maaf telah merusak kepercayaan masyarakat yang menggunakan aplikasi ini. Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan akan bekerja keras untuk segera mengatasi kesalahan ini da mengontrol kualitasnya secara menyeluruh. Kami akan terus melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa orang-orang dapat menggunakan aplikasi ini dengan nyaman," demikian permohonan maaf tersebut disampaikan lewat website aplikasi.
Pada halaman aplikasi tersebut di Google Play, tercantum keterangan bahwa update terakhir diperbarui pada 14 Desember 2020. Karena kesalahan ini, cukup banyak para pengguna berpikir aplikasi tersebut tidak berguna berguna. Rating aplikasi menunjukkan angka 1,8 dari 5 pada lebih dari 15.800 ulasan.
Halaman Google Play juga mengungkapkan bahwa aplikasi ini telah diunduh lebih dari lima juta kali. Angka ini tentunya sangat besar dan seharusnya cukup untuk dijadikan sebagai alat pelacakan COVID-19 yang bisa diandalkan.
Sementara itu, kantor berita Nikkei melaporkan bahwa kesalahan aplikasi tersebut dirahasiakan sejak September 2020. Tak hanya itu, Nikkei juga melaporkan sejumlah masalah lainnya pada sistem kesehatan untuk penanggulangan COVID-19, antara lain ketidakmampuan untuk mencegah lebih banyak orang menggunakan aplikasi yang bermasalah tersebut.
Menurut Nikkei, konsekuensi dari masalah tersebut bisa membahayakan bahkan mungkin secara tidak langsung mematikan. Badan kesehatan dunia WHO menyebutkan Jepang saat ini sedang mengalami gelombang ketiga infeksi COVID-19 yang dimulai sejak November 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar