Hutan Tangkoko di Sulawesi Utara jadi rumah bagi spesies Tarsius, primata mungil yang misterius. Simak perjalanan detikTravel bertemu Si Tarsius ini.
Cagar Alam Tangkoko Batu Angoes di Sulawesi Utara menyimpan kekayaan hayati yang tiada duanya. Banyak spesies langka dan endemik hidup di sini.
Salah satu contohnya yaitu Tarsius, primata bertubuh mungil yang statusnya rentan punah menurut IUCN Red List. detikTravel bersama rombongan media dari Jakarta diajak mengunjungi Hutan Tangkoko pada Rabu (20/2) lalu untuk melihat eksistensi primata bernama ilmiah Tarsius spectrum ini.
Dalam perjalanan ini, rombongan detikTravel ditemani oleh Meldi Tamengge, guide sekaligus peneliti di Hutan Tangkoko. Meldi sudah menjadi selama lebih dari 10 tahun.
Dengan cekatan Meldi menuntun kami menyusuri jalur masuk menuju ke dalam Hutan Tangkoko. Beberapa kali dia mendongakkan kepalanya, seperti mencari sesuatu yang dia kenal. Apalagi kalau bukan sosok Tarsius.
Tarsius sendiri merupakan hewan endemik di Pulau Sulawesi dan sekitarnya. Tarsius termasuk dalam keluarga primata. Ukurannya sangat mungil, hanya segenggaman tangan manusia. Wajar jika mencarinya agak-agak susah.
Dengan ukuran sekecil itu dan tempat tinggal yang seluas Hutan Tangkoko, rasanya seperti mencari jarum di atas tumpukan jerami. Jumlahnya yang tidak banyak membuat pencarian semakin sulit dan menantang.
Setelah kurang lebih 30 menit jalan kaki masuk ke dalam Hutan Tangkoko, Meldi akhirnya menghentikan langkah di depan sebuah pohon Ficus alias Pohon Beringin.
"Tarsius biasa tinggal di pohon beringin. Mereka tinggal dan tidur di sini," jelas Meldi.
Benar saja dugaan Meldi. Begitu mendongakkan kepala di antara lubang pohon, ada sesosok primata mungil Tarsius tampak sedang beristirahat di dalamnya.
Jarum jam menunjukkan pukul 17.15 WITA. Pantas kalau Tarsius masih tidur. Tarsius adalah hewan nokturnal yang aktif beraktivitas saat malam tiba.
"Kita tunggu sebentar lagi. Nanti dia (Tarsius) akan keluar. Biasanya setelah jam 18.00," kata Meldi.
Dengan sabar kami pun menunggu sampai matahari benar-benar tenggelam dan gelap mulai menyelimuti Hutan Tangkoko. Sambil sesekali melihat ke arah lubang pohon beringin tempat si Tarsius ini tidur.
Tarsius ini tampak beristirahat dengan tenang. Sesekali dia memunggungi kami, sehingga hanya tampak ekornya saja yang keluar dari lubang pohon. Ekornya seperti ekor tikus, tapi lebih panjang.
Semakin waktu berjalan, si Tarsius mulai membuka matanya yang besar. Sebagai hewan malam, Tarsius punya ukuran bola mata yang besar. Penglihatannya sangat baik saat gelap tiba.
Rupanya tak hanya 1 ekor Tarsius saja yang tinggal di pohon beringin ini, tapi ada 2. Meldi tidak bisa memastikan apakah mereka satu pasangan atau bukan. Tapi biasanya saat malam tiba, mereka akan berburu dan makan.
"Mereka biasa makan serangga seperti belalang, kumbang," imbuh Meldi.
Matahari mulai turun ke peraduannya. Si Tarsius perlahan mulai membuka matanya lebar-lebar ke arah kami yang ada di bawahnya. Sepertinya dia merasa penasaran mengapa ada banyak manusia yang menatapnya dengan tatapan kagum dan penuh rasa ingin tahu.
Setelah langit benar-benar gelap, Tarsius mulai bersiap untuk mencari makan. Tanpa ada aba-aba, tiba-tiba si Tarsius ini mulai melompat ke batang pohon yang berada di sebelah pohon Beringin tempatnya tinggal.
Hap! Membuat kami terkejut dan terbelalak karena kami tidak siap memotret momen berharga tersebut. Secepat kilat Tarsius itu melompat, diikuti oleh seekor Tarsius lainnya.
Ukuran badannya yang mungil ternyata membuat gerakan Tarsius terhitung cepat. Dengan lincah, dia berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya, lalu menghilang di balik keheningan malam.
Perjumpaan kami dengan Tarsius berakhir sampai di situ saja. Tapi itu sudah cukup bagi kami. Melihat Tarsius langsung di habitatnya rasanya jauh lebih menyenangkan daripada melihatnya di kebun binatang, terkurung di dalam kandang. Sudah sepantasnya hewan seperti Tarsius mendapat perlindungan di alamnya agar tidak punah di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar