Jumat, 28 Februari 2020

Gunung Lembu, Makam Angker, dan Pesona Waduk Jatiluhur (2)

Penamaan Lembu sendiri lantaran gunung ini akan tampak seperti sapi yang sedang duduk dari kejauhan. Letak Batu Lembu seperti berada di punuk sapi atau punggung sapi yang paling menjulang, sehingga membuatnya jadi lokasi terbaik menikmati panorama Jatiluhur, terutama saat terbit dan terbenamnya matahari. Sementara puncak Gunung Lembu hanya berupa tanah lapang sempit yang hanya cukup untuk mendirikan beberapa tenda.

Yang perlu diperhatikan, puncak Lembu merupakan habitat dari banyak monyet liar. Pendaki kudu-kudu waspada terhadap barang bawaannya. Lengah sedikit, tas atau bungkus makanan bisa dibawa kabur monyet-monyet ini. Dari kelompok monyet di puncak Lembu, ada sejumlah monyet yang memiliki ukuran tubuh cukup besar sehingga sanggup membawa kabur tas yang berat sekalipun.

Saat detikTravel menjajal Gunung Lembu pada pekan lalu, cuaca sedang kurang bersahabat lantaran terus menerus hujan, sehingga pemandangan Waduk Jatilur dari atas Batu Lembu sedikit tertutup kabut.

Cara ke sana:

Gunung Lembu berada di Kampung Panunggal, Desa Panyindangan, Kecamatan Sukatani. Tak ada angkutan umum yang langsung menuju ke sana, sehingga jika tak membawa kendaraan pribadi disarankan mencarter mobil atau angkot. Bagi pengguna transportasi umum, titik terdekat yang bisa dijangkau yakni Pasar Anyar Sukatani yang berjarak sekitar 30 menit dari Stasiun Purwakarta.

Sementara jika menggunakan mobil, pendaki bisa mencari jalan ke arah Stasiun Sukatani atau Pasar Anyar selepas dari Gerbang Tol Jatiluhur. Setelah melewati rel kereta api, mobil atau motor tinggal diarahkan menyusuri jalan beraspal ke arah Panyindaan.

Gunung Lembu dikelola secara swadaya secara bersama-sama oleh masyarakat Desa Panyindangan. Biaya pendaftaran sendiri dikenakan Rp 15.000 untuk satu orang pendaki yang bermalam atau mendirikan tenda, dan Rp 10.000 untuk pendaki yang tidak menginap.

Meski warung-warung tersebut berada di atas gunung, harganya relatif masih terjangkau yang selisih harganya tak jauh berbeda dengan harga dengan warung di bawah, sehingga tak bakal menguras kantong.

Selepas pos pertama menuju pos ketiga yang jadi puncak Gunung Lembu, barulah trek berat khas pendakian mulai terasa. Batu andesit terjal cukup menyiksa lutut sehingga harus beberapa kali berpegangan pada bambu dan tali webling.

Jalurnya memiliki karakter berbatu dengan kemiringan yang curam. Pendaki akan mulai menemui trek sempit dengan jurang di kiri kanannya trek. Kabar baiknya, banyak sekali batu-batu ukuran raksasa yang tersebar di sepanjang jalur yang bisa dijadikan spot terbaik melihat Jatiluhur dari ketinggian.

Yang menarik di etape ini, terdapat dua makam yang dikeramatkan yang kerapkali diziarahi pada hari-hari tertentu. Makam Mbah Jongrang Kalipitung jadi tempat keramat pertama yang menyambut di jalur menuju puncak. Sementara tempat keramat kedua yakni makan Raden Suryakencana yang berada di pinggir tebing sebelum mencapai puncak bayangan.

Kesan angker sangat terasa di kedua makam tersebut. Batu nisan yang dibungkus kain putih lapuk berlumut tampak seperti pocong dari kejauhan, mambuat bulu kuduk merinding. Suasananya gelap lantaran terdapat pohon tua berusia ratusan tahun di samping makam menambah kesan angker. Banyak cerita mistis yang beredar di masyarakat tentang keberadaan kedua makam.

Namun, daripada harap-harap cemas dengan suasana angker, akan lebih baik mempercepat langkah melewati dua tempat keramat tersebut.

Barulah setelah bermandi keringat selama sekitar 3 jam, pendaki bisa mencapai puncak yang ditandai dengan papan yang ditempel di pohon. Ada beberapa titik tanah lapang yang bisa dijadikan tempat berkemah di sekitar puncak. Bukan puncak yang jadi favorit pendaki, melainkan Batu Lembu yang masih harus dicapai dengan menuruni trek berbatu sekitar 100 meter dari puncak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar