Dari informasi yang dikumpulkan detikTravel, sampah sisa makanan mentah serta yang sudah dimasak pun bisa diproses menjadi pupuk dan lain sebagainya. Dengan sistem yang baik ini, Taiwan pun bersih dari sampah. Tak mengherankan jika sistem pengelolaan sampah di Taiwan disebut-sebut sebagai salah satu yang paling efektif di dunia.
Selama di Taiwan, detikTravel sempat mengunjungi sejumlah kota seperti Kaoshiung, Taichung dan Taipei. Suasana kota sungguhlah bersih. Di jalanan dan trotoar bersih dari ceceran sampah, tak ada pula sampah yang menumpuk di pojokan jalan. Padahal kotak sampah jarang sekali terlihat. Kalau ketemu kotak sampah biasanya ada dua sekaligus, untuk sampah biasa serta daur ulang.
Sayangnya saya belum beruntung untuk melihat langsung momen para warga membuang sampah di truk kuning dengan latar musik klasik. Ya, mungkin lain kali jika diberi kesempatan kembali mengunjungi negara dengan 23 juta penduduk ini.
Penduduk Taiwan sendiri rasanya sudah begitu menyadari betapa pentingnya pengelolaan sampah. Mereka dengan tertib dan disiplin mengikuti peraturan soal buang sampah. Walaupun awalnya terasa berat memilah sampah dan menanti truk datang sesuai jadwal, pastilah jadi terbiasa setelah melakukannya setiap hari. Dan buat yang melanggar aturan juga sudah ada sanksi yang menanti.
Sistem ini juga masih terus dikembangkan untuk lebih memudahkan penduduk membuang sampah. Karena memang ada penduduk yang agak sulit mengikuti jadwal truk sampah karena urusan pekerjaan. Dikutip dari Ensia, di Kota Taipei telah disediakan smart recycling booth di mana warga bisa langsung membuang botol atau kaleng untuk didaur ulang tanpa menunggu truk sampah.
Kota Jakarta dengan penduduk jutaan dan sampah berton-ton, mungkin perlu juga belajar mengelola sampah dari Taiwan. Kalau kota bersih dan sampah diurus dengan baik, semua pasti senang!
Berhubung setiap truk menerima jenis sampah berbeda, maka warga pun harus sudah memilah terlebih dahulu sebelum membuangnya ke truk. Ada sejumlah kategori sampah, secara garis besar dibagi berdasarkan sampah yang bisa dan tidak bisa didaur ulang.
"Waktu di rumah kita sudah bagi," kata Jeffrey.
Untuk plastik yang digunakan pun tidak sembarangan. Buat sampah yang tidak bisa didaur ulang, harus ditempatkan di dalam plastik khusus dari pemerintah. Plastik dengan beragam ukuran dari 3 hingga 120 liter ini tidak gratis.
Jadi kalau sampahnya banyak, warga mesti mengeluarkan uang lebih untuk membeli plastik. Warga setempat pun akhirnya sebisa mungkin membuang sampah dalam jumlah sedikit. Jangan coba-coba pula pakai sembarang plastik, karena petugas tidak akan mengizinkannya untuk dimasukkan ke truk.
"Bukan plastik asal-asal, itu plastik yang diedarkan oleh pemerintah. Kantong plastik ini dibeli dengan uang. Kalau sampah Anda banyak berati Anda bayar plastiknya lebih banyak," tuturnya.
Sedangkan untuk sampah yang bisa didaur ulang, bebas ditaruh di plastik apapun. Hal ini dilakukan untuk mendorong semangat daur ulang sampah.
Jeffrey menceritakan, biasanya satu orang bisa membawa tiga plastik berbeda untuk dibuang. Mendekati jam truk sampah datang ke spot yang telah ditentukan, warga sudah berkumpul dengan sampahnya masing-masing. Oiya, kedatangan truk ini memang mengundang perhatian karena ada alunan musik yang diputar, umumnya musik klasik.
Truk tidak berhenti lama. Jadi warga segera meletakkan sampah ke dalam truk sesuai dengan pembagian jenisnya. Ada pula petugas berseragam oranye yang turut membantu. Kalau terlambat datang, berarti harus menunda buang sampah hingga jadwal truk berikutnya.
Semua sampah yang sudah dikumpulkan di truk, nantinya akan dikelola sesuai jenisnya. Banyaknya sampah plastik hingga botol kaca yang sudah terkumpul pun dikelola dengan baik, dan menghasilkan keuntungan besar bagi industri yang bergerak di bidang daur ulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar