Bacillus Calmette-Guerin (BCG), sebuah vaksin yang dikembangkan ratusan tahun lalu untuk infeksi tuberkulosis (TBC) di Eropa saat ini sedang diuji terhadap virus Corona COVID-19.
Vaksin BGS hingga saat ini masih digunakan untuk mengatasi kondisi kesehatan lainnya, termasuk mencegah kematian dari berbagai infeksi serta secara signifikan mengurangi risiko infeksi pernapasan.
Dikutip dari New York Times, Ahli mengatakan vaksin BCG bisa 'melatih' sistem imun untuk mengenali dan merespons berbagai infeksi virus, bakteri, hingga parasit.
Ilmuwan di Melbourne, Australia, sudah memberikan vaksin BCG kepada ribuan tenaga medis, pada Senin (6/4/2020).
"Tidak ada yang mengatakan ini obat mujarab," kata Nigel Curtis, peneliti penyakit menular di University of Melbourne dan Murdoch Children's Research Institute.
Menurutnya, uji coba ini bertujuan untuk menyelamatkan tenaga kesehatan yang terinfeksi sehingga mereka dapat kembali bekerja secara lebih cepat.
Direktur Imunologi di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Denise Faustman, diketahui sedang mengumpulkan dana untuk memulai uji klinis vaksin kepada para pekerja kesehatan di Boston. Hasil awalnya dapat tersedia hanya dalam waktu empat bulan, katanya.
"Kami memiliki data yang sangat kuat dari uji klinis dengan manusia, bukan tikus. Bahwa vaksin ini melindungi Anda dari infeksi virus dan parasit. Aku ingin memulai sekarang," tuturnya.
Di Guinea-Bissau, Afria Barat, salah satu penelitian awal dari vaksin BCG ini sudah dilakukan terhadap 2.320 bayi tahun 2011. Hasilnya, dilaporkan tingkat kematian di antara bayi dengan berat lahir rendah berkurang secara dramatis setelah vaksinasi.
Studi lain, dilakukan selama 25 tahun terhadap lebih dari 150 ribu anak di 33 negara, melaporkan risiko anak-anak terkena infeksi saluran pernapasan 40% lebih rendah setelah mereka menerima vaksin BCG.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyimpulkan bahwa BCG memiliki 'efek di luar target' yang menguntungkan, dan merekomendasikan untuk melakukan lebih banyak uji coba vaksin terhadap infeksi lainnya.
Viral! Cerita Miris Dokter yang Lihat PDP Keluyuran Tak Isolasi Mandiri
Cuitan seorang dokter bernama dr Gia Pratama yang mengajak seorang pasien dalam pengawasan (PDP) untuk diisolasi di rumah sakit, viral di media sosial. Kisah ini ia bagikan melalui akun Twitter pribadi miliknya @GiaPratamaMD, Senin (6/4/2020).
"3 hari lalu saya menangani PDP, masih umur 20an, saya minta dia utk isolasi di rs, dia menolak keras, padahal masih ada satu ruangan lagi," tulis dr Gia pada postingannya di Twitter yang sudah di retweet lebih dari 2.600 kali hingga Rabu (8/4/2020).
"Saya jelasin abis2an tentang penularan. Tetap Ngotot bgt minta isolasi di rumah, Sampe tanda tangan perjanjian utk bener2 isolasi di rmh," lanjutnya.
dr. Gia Pratama
@GiaPratamaMD
3 hari lalu saya menangani PDP, masih umur 20an, saya minta dia utk isolasi di rs, dia menolak keras, padahal masih sisa satu ruangan lagi.
Saya jelasin abis2an tentang penularan.
Tetap Ngotot bgt minta isolasi di rumah, Sampe tanda tangan perjanjian utk bener2 isolasi di rmh.
Lihat gambar di Twitter
2.455
19.31 - 6 Apr 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
2.965 orang memperbincangkan tentang ini
Namun sayangnya, pasien itu tidak menepati janji untuk melakukan isolasi di rumah. dr Gia pun cukup mengecewakan hal itu, karena perilaku seperti ini jika dibiarkan bisa berdampak pada kelangsungan penyebaran virus Corona di Indonesia.
"Magrib tadi, pulang dari RS, saya melihat laki2 yang sama, sdg naik motor berdua sama seorang perempuan, ktawa ketiwi, tanpa masker sama sekali," ucap dr Gia.
"Rasanya kyk patah hati. Brp byk yg kyj gini. Isolasi diri hnya tinggal janji. Tibat2 pesimis corona bisa segera pergi dari negeri ini," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar