Rabu, 22 April 2020

Tegas! Luhut Minta Anies Tutup Kantor yang Masih Beroperasi

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menindak tegas kantor yang masih beroperasi saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di luar delapan sektor yang masih diperbolehkan. Luhut meminta Anies menutup sejumlah kantor.
"Saya bilang sama Pak Anies agar perbaiki di hulu. Jadi kantor yang masih buka suruh tutup. Nah Pak Anies (Gubernur DKI Jakarta) bilang ke saya, 'saya akan patroli Pak Luhut, saya akan kasih penalti Rp 100 juta bagi mereka yang masih buka," jawab Anies yang ditirukan Luhut saat rapat virtual dengan Komisi V DPR RI, Selasa (21/4/2020).

Selain itu, Luhut ingin KRL tetap beroperasi di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) karena masih banyak masyarakat yang harus bekerja seperti tenaga medis.

"Jadi kalau nanti dia tidak diangkut, kalau kita ada yang sakit, siapa yang merawat? Kan mereka-mereka itu yang di rumah sakit. Jadi menurut kami banyak ruginya daripada untungnya kalau (KRL) dihentikan," ucapnya.

Menurutnya, pengecekan terhadap penumpang di KRL sudah jauh lebih baik dan lebih ketat. Mulai dari pemeriksaan penumpang, hingga diminta mengisi formulir untuk memberitahukan kemana penumpang akan pergi.

"Sekarang kita kerja sama antara Polisi, TNI dengan Satpol PP untuk memeriksa orang-orang yang datang ke situ dan kita akan cek dengan thermal gun. Kita juga akan meminta mereka untuk mengisi data kemana tujuannya. Ke depan kemungkinan kita akan makin ketat jadi kita akan minta surat kesehatan dia dan juga surat di mana dia bekerja," urainya.

Soal adanya risiko penyebaran virus Corona di KRL jika tetap beroperasi, Luhut bilang, semua tindakan yang diambil akan memiliki risiko tersendiri.

"Makan saja ada risiko. Jadi semua itu yang dinamakan calculated risk (risiko yang diperhitungkan). Jadi jangan kita bilang juga nggak ada risiko, kita larang ada risiko, kita nggak larang juga ada risikonya. Apapun langkah yang kita buat pasti ada risikonya," ujarnya.

Di Pertemuan G20, RI Tekankan Penguatan Sistem Pangan Hadapi COVID-19

Pemerintah Indonesia melakui Kementerian Pertanian (Kementan) menilai setiap negara G20 perlu menjadikan upaya pemulihan dan penguatan sistem pangan sebagai prioritas utama saat ini. Sebab COVID-19 berpotensi menghambat sistem pangan dengan terganggunya rantai pasok.
"Pandemi COVID-19 mengganggu rantai pasok makanan sehingga terjadi volatilitas harga pangan dan penurunan daya beli di tingkat nasional dan global. Karena itu, prioritas kami adalah untuk memperkuat sistem pangan," kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangannya, Rabu (22/4/2020).

Saat mengikuti pertemuan G20 Extraordinary Agriculture Ministers Virtual Meeting (21/4/2020) yang digagas pemerintah Arab Saudi, Syahrul mengatakan setiap negara G20 harus melakukan tiga hal dalam memperkuat sistem pangan.

Pertama, memprakarsai pemulihan sistem pangan global untuk menjamin produksi pangan yang tinggi, rantai pasok pangan global yang kembali normal, serta perdagangan pangan internasional tanpa hambatan dan sesuai dengan aturan WTO.

Kedua, mendorong investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dan meningkatkan peran sektor swasta melalui kemitraan public private partnership di bidang pangan dan pertanian.

"Terakhir, meningkatkan transfer teknologi dan pengembangan kapasitas, terutama kepada negara-negara yang membutuhkan, untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing," jelasnya.

Sebagai upaya memperkuat sistem pangan, Indonesia juga berupaya menjaga stabilitas pasokan pangan dan gizi, ketersediaan pangan, pengelolaan harga dan daya beli, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah. Kebijakan untuk mengurangi dampak COVID-19 dilaksanakan secara terukur, fokus, dan bersifat sementara.

"Langkah ini bertujuan untuk memastikan petani pangan yang umumnya skala kecil, dapat terus menjalankan usaha tani. Juga menjamin kelancaran distribusi pangan dari produsen sampai konsumen akhir, memperkuat jaring pengaman sosial bagi rumah tangga berpendapatan rendah dan kelompok rentan, seperti petani skala kecil," terang Syahrul.

Lebih lanjut Syahrul menyebutkan berbagai hambatan pasokan pangan global harus diminimalkan. Langkah kebijakan yang dapat menyebabkan kenaikan harga pangan harus dihindari. Selain itu, jaminan kelancaran distribusi pangan harus diupayakan.

"Semua dengan tetap memperhatikan upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Selain itu, perlu jaminan transparansi dalam rangka menghindari ketidakpastian dan menjamin stabilitas pasar," tegas Syahrul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar