Kamis, 30 April 2020

Corona dan Tangan Kapitalisme AS Cari Cuan di Tengah Pandemi

Wabah virus corona tak hanya menginfeksi jutaan juta orang di seluruh dunia, tetapi juga menghantam segala lini kehidupan mulai dari sosial hingga ekonomi.

Amerika Serikat, negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ikut terkena imbas corona.

Sama seperti kebanyakan negara di dunia, pemerintahan Presiden Donald Trump suka atau tidak suka menerapkan sejumlah kebijakan pembatasan pergerakan seperti meliburkan sekolah, tempat hiburan, perkantoran, hingga pabrik industri.


Pembatasan pergerakan ini pun turut mempengaruhi laju perekonomian. Pabrik-pabrik mesti libur hingga sebagian dari mereka terpaksa merumahkan karyawan hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. 

Tak sedikit buruh dan pekerja di AS terkena PHK, sama seperti yang terjadi di negara-negara berkembang. Berdasarkan data pemerintah, sudah 26 juta orang di AS yang mengajukan klaim bantuan pengangguran.

Dilansir dari CNN, Penasihat Ekonomi Presiden Trump, Kevin Hassett, bahkan telah mewanti-wanti Amerika untuk bersiap menghadapi gelombang pengangguran yang setara ketika Great Depression berlangsung.

Tak hanya kelas menengah ke bawah, menengah atas hingga para pemegang modal layaknya pengusaha juga menjerit karena tercekik dampak pandemi.

Trump dihadapkan pada situasi dilematis sama seperti banyak pemimpin negara lainnya, yakni antara mengutamakan kesehatan masyarakat atau perekonomian yang juga penting bagi kemaslahatan warga.

Sebab, ketika AS seharusnya fokus membantu meringankan beban kaum pekerja dan kelas menengah ke bawah, pemerintah malah terlihat lebih mudah memberi insentif bagi para pemegang modal dan perusahaan.

Dalam tulisan berjudul What Matters: This is What Coronavirus Capitalism Looks Like, Wolf menuturkan tak sedikit perusahaan besar mengais bantuan dari pemerintah ketika banyak keluarga dan usaha kecil menengah harus berjuang lebih keras untuk bertahan.

Wolf menggambarkan kasus perusahaan daging terbesar di AS, Tyson Food Inc., sebagai salah satu contohnya. 

Perusahaan berbasis di Arkansas itu beberapa kali mengeluarkan pernyataan di media yang mewanti-wanti bahwa kebijakan pembatasan pergerakan bisa mengancam pasokan pangan warga Amerika.

Bukan karena jumlah pasokan pangan yang minim, tapi karena masalah keamanan di tengah situasi pandemi ini.

Tyson Food mengumumkan pabriknya harus ditutup sementara karena masalah keamanan kebersihan dan sanitasi yang dinilai semakin rawan jika beroperasi di tengah wabah.

Tak hanya Tyson Food, kasus serupa juga dialami dua pesaingnya yakni Smithfield dan JBS.

Dalam surat terbuka yang dirilis di New York Times, Washington Post, dan Gazette, pemimpin Tyson Food, John Tyson, meminta bantuan dan izin pemerintah agar pabrik dagingnya bisa tetap buka di masa pandemi ini.

Dalam surat itu, Tyson menuturkan pemerintah AS mulai dari level kota hingga pusat seharusnya bersatu dalam menetapkan langkah produktif, komprehensif, dan bijak untuk tetap mengizinkan perusahaannya bekerja dengan aman tanpa rasa takut dan cemas.

"Sektor publik dan swasta seharusnya bekerja bersama-sama. Sebagai satu bangsa, ini adalah waktu bagi kita semua untuk menunjukkan kepada dunia apa yang bisa kita lakukan bersama-sama," kata Tyson.

Wolf mengatakan pernyataan Tyson itu mungkin benar. Namun, ia menyebutkan kenyataannya banyak perusahaan yang memanfaatkan situasi pandemi ini untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah AS dengan tetap mencari cuan serta keuntungan.

"Kata-kata (Tyson) itu terdengar sangat bagus. Ini adalah waktu untuk bekerja sama demi menjaga pasokan pangan negara dan menjaga agar orang Amerika tetap bisa bekerja secara aman," ucap Wolf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar